Find Us On Social Media :

Pengakuan Masinis yang Selamat dari Tragedi Bintaro 1987: Ada yang Bilang Saya Loncat, Itu Bohong Sekali, Itu Fitnah!

By Ayu Wulansari Kushandoyo Putri, Jumat, 11 Oktober 2019 | 15:04 WIB

Pengakuan Masinis yang Selamat dari Tragedi Bintaro 1987: Ada yang Bilang Saya Loncat, Itu Bohong Sekali, Itu Fitnah!

Grid.ID - Tiga puluh dua tahun berlalu, tragedi Bintaro masih sangat membekas dalam ingatan setiap orang.

Bagaimana tidak, pada hari itu, 19 Oktober 1987, terjadi tabrakan kereta api yang begitu keras, disusul dengan jeritan bersahutan serta darah berceceran.

Tragedi Bintaro merupakan kecelakaan kereta api terburuk yang memakan ratusan korban jiwa.

Musibah ini melibatkan dua kereta api yang bertabrakan, yakni KA 225 jurusan Rangkasbitung-Jakartakota dan KA 220 jurusan Tanah Abang-Merak.

Baca Juga: 7 Fakta Tragedi Bintaro dan Nasib Masinisnya Sekarang

Saat itu, masinis KA 225, Slamet Suradio berhasil selamat dari tragedi memilukan tersebut.

Slamet Suradio saat itu dituding memberangkatkan sendiri kereta yang dioperasikannya.

Padahal menurutnya, ia hanya mengikuti instruksi dari PPKA (Pemimpin Perjalanan Kereta Api).

"Yang seharusnya saya di Sudimara bersilangan dengan KA 220 dibatalkan oleh PPKA yang sedang dinas," kata Slamet dikutip Grid.ID dari YouTube Kisah Tanah Jawa (11/10/2019).

Baca Juga: 5 Fakta Tragedi Bintaro, Kecelakaan Adu Banteng Terburuk Bagi Perkeretaapian Indonesia

"Berarti saya nunggu di jalur 3. Karena belum ada perintah berangkat, saya tetap menunggu," lanjutnya.

"Jadi kalau ada orang mengatakan berangkat sendiri itu bohong, apa untungnya saya memberangkatkan kereta sendiri," ungkap lelaki renta itu.

Setelah menunggu beberapa saat, Slamet pun akhirnya memberangkatkan kereta sesuai instruksi.

Beberapa saat perjalanan, tak ada hal yang perlu dikhawatirkan karena tidak ada sinyal apapun yang Slamet terima.

Baca Juga: Istrinya Simpan Panah dan Busur di Brebes, Pria Penusuk Wiranto Justru Simpan Pistol di Kontrakannya

Namun alangkah terkejutnya ia ketika dari arah berlawanan, tampak KA 220 dari stasiun Kebayoran.

Padahal Slamet sudah mengantongi PTP (Pemberitahuan Tentang Persilangan) yang seharusnya situasi sudah aman.

Tanpa pikir panjang, Slamet langsung menarik rem bahaya, namun usahanya sia-sia karena jarak kedua kereta sudah terlalu dekat.

"Saya terus narik rem bahaya, ternyata gagal, tidak bisa berhenti, tetep terjadi tabrakan," papar Slamet.

Baca Juga: Sanksi Nunggak Iuran BPJS Kesehatan, Rakyat Terancam Tak Bisa Urus SIM, STNK, Paspor, hingga Dipersulit saat Ajukan Kredit Jadi Polemik Masyarakat

Akibat tabrakan itu, Slamet terpental di dalam lokomotif dan mukanya terkena remukan kaca.

Dalam keadaan setengah sadar, Slamet pun berusaha menyelamatkan dirinya.

"Kaki saya ngesot-ngesot tidak bisa jalan, akhirnya saya merambat melalui jendela," tutur Slamet.

Ia kemudian menjatuhkan diri ke tanah.

Baca Juga: Ayah Tiri Tega Perkosa Putrinya Sejak Kelas 5 SD, Acungkan Pisau ke Sang Bocah Demi Salurkan Nafsu Bejatnya

Dalam kondisi terluka parah, Slamet kemudian dibawa oleh seorang perempuan ke rumah sakit dengan mobilnya.

Meski wajahnya bersimbah darah, Slamet masih mengantongi PTP di sakunya.

PTP tersebut jadi satu-satunya bukti Slamet bahwa dirinya tidak bersalah.

Bercak darah di PTP itu membuat hakim percaya bahwa Slamet tidak loncat dari lokomotifnya.

Baca Juga: Ngakunya Suami Istri, Dua Pelaku Penusukan Wiranto Ternyata Belum Menikah, Status di KTP Jadi Buktinya

"Jadi hakim percayanya saya tidak loncat itu karena ada bercak darah," ungkap Slamet.

Ia pun sedih dengan kabar yang berdedar bahwa ia meloncat dari lokomotif sebelum tabrakan untuk menyelamatkan diri.

"Makanya (isu) di internet itu yang buat siapa? Saya bingung itu, sedangkan hakim sendiri mengatakan (saya) nggak loncat," paparnya.

"Ada katanya saya loncat, itu bohong sekali, itu orang fitnah, jelas fitnah!" tandas kakek renta ini.

Baca Juga: Meninggal karena Kecelakaan, Pria ini Terus Menelepon Keluarganya, Saat DIangkat Suara Misterius ini yang Terdengar

Penderitaan Slamet tak berhenti sampai di situ.

Ancaman demi ancaman terus didapat oleh Slamet atas kejadian itu.

Ia bahkan hampir diculik saat dirawat di rumah sakit yang kacanya sudah dipecah oleh seseorang.

Slamet akhirnya harus menjalani hukuman penjara selama kurang lebih 3 tahun 3 bulan.

Baca Juga: Pakar Mikro Ekspresi Bongkar Mimik Wajah Pelaku Penusukan Wiranto dan 2 Saksi di TKP: Ada Indikasi Kemarahan dan Jijik

Karena hal itu, istrinya pun meninggalkannya dan minta cerai.

Usai keluar dari penjara, Slamet pun harus menelan kenyataan pahit lantaran istrinya sudah direbut rekan sesama masinis.

Namun Slamet berusaha ikhlas atas keadaan tersebut.

Kini Slamet masih menunggu haknya sebagai pensiunan PT KAI.

Baca Juga: Fakta tentang Kunai, Senjata yang Digunakan Pelaku Penusukan Wiranto: Muncul di Naruto dan Diciptakan Sebagai Alat Berkebun di Jepang

Proses hukum yang sempat menjeratnya membuat Slamet tak bisa mendapatkan hak layaknya pegawai yang lain.

"Saya mohon hak saya dikeluarkan, uang pensiun," ungkap Slamet.

"Karena sekalipun saya dipenjara kan bukan karena saya berbuat jahat, kan ini musibah, kecelakaan," lanjutnya.

Demi menyambung hidup, Slamet kini bekerja sebagai pedagang asongan.

(*)