Find Us On Social Media :

Rahasia Kemenangan Donald Trump: di Balik Bocornya 50 Juta Data Pribadi Pengguna Facebook, Benarkah Ada Kongkalikong?

By Aditya Prasanda, Kamis, 22 Maret 2018 | 23:09 WIB

Donald Trump | Grid.ID

Kepercayaan pengguna Facebook menurun drastis pasca terbongkarnya kasus Cambridge Analytica. 50 juta data pengguna bocor dan disalahgunakan pihak ketiga. Sejak mencuatnya skandal ini, saham Facebook dilaporkan anjlok 6,77 persen. Nilai valuasi perusahaan turun hingga 36 miliar dollar AS (setara dengan Rp 495 triliun) seiring kekhawatiran investor atas skandal kebocoran data di Facebook. Secara telak, Facebook mengakui hal itu.

Grid.ID - Cambridge Analytica, konsultan politik Donald Trump, meggunakan data pengguna yang bocor untuk kepentingan kampanye pilpres Amerika Serikat. 

Kemenangan Trump adalah contoh betapa dahsyatnya dampak puluhan juta data pengguna Facebook yang dimanfaatkan Cambrige Analytica.

"Bukti betapa ampuhnya data dan riset yang kami kumpulkan adalah saat Donald Trump kalah secara popularitas namun berhasil mengumpulkan suara terbanyak saat pemilihan umum," ungkap Alex Tyler, Kepala Kantor Bagian Data, Cambridge Analytica dalam sebuah laporan investigasi Channel 4 News.

Lantas bagaimana Cambridge Analytica mengumpulkan data pribadi pengguna Facebook?

Kisah Driver Ojek Online yang Dipaksa Menikahi Penumpangnya Viral, Ini yang Sebenarnya Terjadi

Kuis, Jebakan dan Pemasukan Bagi Facebook

Kamu pernah ikut kuis kepribadian di Facebook? itu adalah buah tangan Aleksandr Kogan, dalang di balik Cambridge Analytica.

Kogan telah menghimpun data pengguna Facebook sejak 2015 lalu.

Salah satunya melalui aplikasi bertajuk 'This is Your Digital Life'.

Para pengguna yang mengunduh aplikasi itu secara tak sadar menyerahkan data personal mereka dengan sukarela.

Semua data pribadi akan dicuri Kogan. 

Dari data satu pengguna ia dapat memetakan ketertarikan kita pada banyak hal, alamat domisili, hingga data jejaring pertemanan kita.

Facebook berkilah aplikasi itu hanya diunduh 270.000 pengguna saja.

Namun kenyataannya, 50 juta data pengguna Facebook berhasil terjaring menilik pernyataan seorang mantan anggota Cambridge Analytica, Christopher Wylie.

Dari puluhan juta data yang digadaikan itulah Facebook memperoleh pemasukan dalam jumlah besar.

Dalam kasus Trump, Cambridge Analytica menggiring para pengguna yang telah mereka jaring dengan meningkatkan popularitas Trump di beranda media sosial mereka.

Berfoto di Berlin Holocaust Memorial Jerman, Syahrini Kembali Menuai Kecaman Netizen

Sengaja atau Pura-pura Tidak Tahu?

Bocornya data pengguna Facebook bukanlah hal yang mengherankan bagi Sandy Parakilas, mantan Manajer Operasional Facebook yang kini bekerja sebagai Manajer Produksi layanan ride-sharing Uber. 

Menurut Sandy Parakilas, penyalahgunaan data pribadi pengguna Facebook oleh para pengembang pihak ketiga merupakan hal yang lumrah.

Pasalnya, Facebook tak punya sistem kontrol yang mumpuni untuk mengawasi pergerakan mereka. 

“Saya khawatir Facebook tidak dapat memonitor semua data yang ia berikan untuk para pengembang. Mereka tak tahu apa yang dilakukan para pengembang dengan data itu,” ia menjelaskan. 

Sandy Parakilas menilai Facebook kurang memperhatikan mekanisme penegakan hukum bagi para pengembang pihak ketiga. 

Tak ada audit bagi pengembang pihak ketiga guna memastikan data tak disalahgunakan. 

Saat masih mengabdi di Facebook, pria berusia 38 tahun ini pernah memperingatkan atasannya soal risiko kebocoran data sebab terlalu membebaskan para pengembang pihak ketiga. 

Nahas, bak angin lalu, peringatan itu tak digubris para atasan.

“Begitu menyakitkan melihat yang terjadi sekarang, karena saya tahu Facebook sebenarnya bisa mencegah kejadian ini,” ujar Sandy Parakilas.

Menanggapi hal itu, Facebook berkilah, sejak lima tahun lalu pihaknya telah menetapkan kebijakan bagi para pengembang pihak ketiga.

“Tak benar anggapan bahwa kami tak peduli dengan privasi,” sanggah salah seorang perwakilan Facebook. (*)