Find Us On Social Media :

Berbentuk Seperti Awan, Lautan Busa di KBT Marunda Ternyata Disebabkan oleh Hal Ini

By Nindya Galuh Aprillia, Sabtu, 24 Maret 2018 | 18:43 WIB

Perairan Kanal Banjir Timur (KBT) di kawasan Marunda, Jakarta Utara, dipenuhi busa sejak 5 tahun terakhir

Laporan Wartawan Grid.ID, Dewi Lusmawati

Grid.ID – Perairan Kanal Banjir Timur (KBT) di kawasan Marunda, Jakarta Utara, dipenuhi busa pada Jumat (23/3/2018) sore.

Busa itu memenuhi KBT selepas Pintu Air Weir 3 Marunda. 

Sekilas, lautan busa tersebut terlihat seperti gumpalan awan di langit.

Petugas Pintu Air Weir 3 Marunda, Tarya, mengatakan busa-busa tersebut muncul akibat limpasan air di pintu air tersebut. 

( BACA JUGA: Gaya Effortless Luna Maya yang Tetap Kece Meski Tampil Simpel, Bisa Dicontek Buat Outfit Weekend nih! )

Lautan busa di KBT Marunda itu sudah menjadi pemandangan warga sehari-hari. 

Busa-busa itu sudah muncul selama lima tahun terakhir. 

Busa akan hilang apabila pintu air dibuka. 

Air akan langsung mengalir ke laut begitu pintu air dibuka. 

( BACA JUGA: 6 Hal yang Mungkin Menjadi Salah Satu Alasan Kamu Berpisah dengan Si Dia )

Dia menampik apabila busa tersebut muncul akibat adanya limbah yang mencemari perairan. 

"Kami enggak tahu juga kalau ada limbah sabun atau apa, tetapi kalau busanya itu pengaruh besarnya, ya, karena limpasan aja," ujar Tarya, Jumat (23/3/2018) sore.

Dilansir Grid.ID dari Kompas.com, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, limbah deterjen menjadi salah satu penyebab Kanal Banjir Timur (KBT) di kawasan Marunda, Jakarta Utara, dipenuhi busa. 

Diduga, limbah deterjen itu datang dari pembuangan rumah tangga, bukan dari kawasan industri.

( BACA JUGA: Pergulatan Batin Seorang Laki-Laki yang Kemudian Menjadi Wanita Transgender, Sekarang Mengaku Jatuh Cinta pada Perempuan )

"Ditemukan di sana banyak sekali limbah deterjen."

"Deterjen ini ketika diteliti lebih jauh kebanyakan justru dari limbah deterjen rumah tangga karena di sekitar-sekitar situ, dari pantauan sementara belum ditemukan daerah industri," ujar Anies saat ditemui di kawasan Danau Sunter, Jakarta Utara, Sabtu (24/3/2018).

Anies mengatakan, dia akan meminta para petugas untuk mensosialisasikan penggunaan deterjen yang benar kepada masyarakat. 

"Kita harus me-review kembali penggunaan deterjen itu."

( BACA JUGA: Temui Kejanggalan dengan Tindakan Medis Hiromitsu Harada, Keluarga dari Jepang Putuskan Tak Tempuh Jalur Hukum )

"Meskipun di rumah kita hanya menggunakan satu, dua baskom, satu mesin cuci, dua kali kerja tapi ketika dikumpulkan, itu menjadi volume deterjen yang luar biasa besar."

"Jadi laporan sementara seperti itu dan ada beberapa langkah-langkah yang dilakukan, tapi ini akan kita cek lebih jauh," ujar Anies. 

Solusi menghilangkan buih dengan alat kimia, menurutnya, tidak akan menyelesaikan masalah.

Sebab, buihnya memang hilang namun air tetap tercemar. 

( BACA JUGA: Dibanjiri Pujian, Ini Gaya Kasual Nindy Ayunda Saat di Shanghai, Netizen : "Kali Ini Stylenya Juara!" )

Ia mengaku memiliki sejumlah solusi untuk mengatasi hal tersebut.

Namun, dia masih enggan untuk menjelaskan.

"Karena kalau sekadar menggunakan alat kimia untuk menghilangkan buih, buihnya hilang enggak kelihatan di foto, tapi bukan berarti polusinya hilang," ujar Anies. 

Selain karena limbah deterjen, busa tersebut muncul karena terjadi proses pengadukan air saat terjadi beda tinggi muka air di pintu KBT dengan muara laut.

( BACA JUGA: Deretan Artis Tanah Air yang Berhasil Move On dari Mantan Pacar, Nomor 3 Sering Jadi Bahan Perbincangan )

Dikutip dari Cleancult.com, salah satu bahan kimia paling berbahaya yang ditemukan dalam deterjen adalah 1,4-Dioxane. 

Bahan kimia ini, juga biasa ditemukan dalam cat dan pernis.

Sekitar 1,4-Dioxane ditemukan dalam merek-merek deterjen ternama.

Sebanyak 1,4-Dioxane digunakan sebagai pelarut.

( BACA JUGA: Gading Marten Bangga Jadi Anak Roy Marten )

Menurut EPA, salah satu organisasi penelitian lingkungan dan kesehatan manusia terkemuka di dunia, 1,4-Dioxane menyebabkan berbagai masalah kesehatan.

"Paparan jangka pendek tingkat tinggi 1,4-dioxane telah menyebabkan vertigo, mengantuk, sakit kepala, anoreksia dan iritasi pada mata, hidung, tenggorokan, dan paru-paru pada manusia," ujar EPA.

Saat dilakukan uji klinis terhadap seekor tikus yang meminum air mengandung 1,4-Dioxane, tikus tersebut mengalami kerusakan pada hati dan ginjal. (*)