Selain itu, Melanie juga menyoroti berbagai potensi masalah yang akan dirasakan jika nantinya undang-undang ini diberlakukan.
"Banyak yang berpikir lingkungan berhenti di hutan apa segala macem. Sedikitnya mengaitkan ke bencana sekarang banjir, ke climate change ke apa pun itu kan karena itu."
"Kalo di UU cipta kerjanya kan ngomongin pesangon ngomongin kontrak ngomongin ina inu segala macem. Ya itu kan hubungan dengan hari tua kita."
"Kita kerja buat apa gitu belum lagi pasal pasal penambahan kayak tenaga kerja asing gak perlu bayar untuk bayar pajak penghasilan sementara pemerintah keluarin surat utang lagi. Terus yang terus empot-empotan bayar siapa? kita? Ya kita lah ya siapa lagi lah ya," tutupnya.
Seperti diketahui, pengesahan RUU Cipta Kerja dilakukan dalam rapat paripurna ke-7 masa persidangam 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Pengesahan ini seyogyanya bersamaan dengan penutupan masa sidang pertama pada Kamis (8/10/2020). Akan tetapi dipercepat pada Senin (5/10/2020).
Di satu sisi, pengesahan RUU Cipta Kerja ini mendapatkan penolakan dari berbagi macam masyarakat.
Bukan tanpa alasan, Omnibus Law dinilai bisa membawa dampak negatif bagi kesejahteraan buruh.
UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
Di dalamnya, UU Cipta Kerja mengatur berbagai hal, mulai dari ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup. (*)