Find Us On Social Media :

Peringati 125 Tahun Jumenengan KGPAA Mangkunegoro VI: Cagar Budaya Astana Oetara Ajak Generasi Muda Teladani Kemandirian dan Jiwa Merdeka Sang Raja Jawa

By Grid, Senin, 29 November 2021 | 12:03 WIB

Patung Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (K.G.P.A.A.) Mangkunegoro VI yang berada di kompleks Pasarean Keluarga (Makam) Astana Oetara, desa Manayu, Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.

Didiet mengatakan, “Mangkunegoro VI adalah bukti nyata bahwa kita seharusnya bisa hidup dengan mengombinasikan gaya modern dengan tetap mempertahankan nilai adat dan tradisi.”

“Tidak hanya mengganti aturan, dia juga terjun untuk memberi contoh langsung kepada Praja Mangkunegaran misalnya memangkas rambutnya menjadi pendek dan membuat tutup kepala yang praktis (Mits).”

“Mangkunegoro VI menjadi inspirasi untuk selalu memberi contoh pada generasi penerus agar bisa tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional yang kita miliki dalam pengembangan sesuatu yang berbau modernisasi,” kata Didiet Maulana.

Aspek revolusioner dalam diri Mangkunegoro VI semakin terlihat ketika ia memilih untuk mengundurkan diri dan banting setir menjadi pedagang.

Pilihan mengundurkan diri pada masa itu masih merupakan konsep yang tidak umum, nyaris unthinkable, bagi seseorang yang dianggap pemegang kekuasaan yang diamanatkan oleh Tuhan.

Ia paham harga dirinya, memegang teguh kedisiplinan dan konsekuen serta persisten untuk mencapai segala yang telah direncanakan.

Kemandirian dan jiwa merdeka Mangkunegoro VI membuatnya tidak merasa berat turun takhta atas kemauannya sendiri.

Pengunduran diri tersebut tidak hanya menunjukkan bagaimana hubungan pemerintah kolonial dan penguasa lokal yang subordinatif di akhir masa abad ke-19 dan awal abad ke-20, tetapi juga bentuk political awareness Mangkunegoro VI sebagai sosok yang modern dalam membaca konteks perubahan awal abad ke-20, di mana pemerintah kolonial Belanda benar-benar menguasai hampir seluruh aspek perikehidupan di tanah jajahan.

Berbekal pengalamannya yang kaya selama mengurus pabrik gula paling modern di Jawa masa itu, ia dengan begitu percaya diri beralih profesi menjadi pedagang.

Dalam konteks era tersebut, Mangkunegoro VI menolak segala bentuk sistem kolonial dengan cara walk out, keluar total dari keadaan macam demikian, dan bergabung dengan komunitas baru di kota Surabaya yang lebih progresif, di mana selanjutnya putra dan menantunya melanjutkan konsep tata negara yang tidak dapat dilaksanakan melalui sebuah Kadipaten.