Find Us On Social Media :

Miris! Bocah 10 Tahun Ini dipaksa Menikah dengan Sepupunya yang Berusia 22 Tahun dengan Mahar Rp 125 Juta

By Rissa Indrasty, Sabtu, 21 Mei 2022 | 13:29 WIB

Viral Video Bocah 10 Tahun Dipaksa Menikah dengan Sepupunya yang Berusia 22 Tahun dengan Mahar Rp 125 Juta

Di tengah masyarakat modern dengan pemikiran terbukanya saat ini, ternyata masih banyak terjadi pernikahan yang datang dari paksaan orang lain dan melibatkan anak di bawah umur.

Namun, apa saja sebenarnya kerugian yang akan didapatkan dari pernikahan yang dilakukan saat usia masih terlalu dini seperti pada kasus Milad dan Fatima itu?

Dikutip Grid.ID melalui Kompas.com, Jumat (20/5/2022), dari Huffington Post, disebutkan pernikahan dini dapat memperbesar kemungkinan seseorang mengalami sakit hati, atau perceraian saat usia perkawinan masih begitu muda.

Usia-usia remaja, belasan atau awal 20-an disebut masih terlalu dini untuk melangsungkan sebuah pernikahan. Hal itu dikarenakan, mereka belum matang secara emosi, minim pengalaman, dan belum ‘memuaskan’ diri sendiri.

Memuaskan diri sendiri dalam hal ini mencapai keinginan-keinginan yang ada, mengeksplorasi dunia kerja, memiliki lingkup pertemanan yang luas, pengalaman menakjubkan, melakukan hal-hal yang disenangi, dan sebagainya.

Padahal, hal-hal itu bisa menjadi wahana bagi seseorang untuk berproses hingga akhirnya ia menemukan jati dirinya sebagai seorang individu.

Satu hal yang pasti adalah pernikahan dini membuat mereka kehilangan kesempatan untuk menjadi sosok yang mereka inginkan di masa depan.

Baca Juga: Jangan Lihat dari Luarnya Saja, Ini Potret Rumah Kumuh yang Pasti Bikin Orang Melongo saat Lihat Isi Dalamnya, Sungguh Sulit Dipercaya!

Katakanlah, jika pernikahan dini ini dilakukan atas dasar cinta, tidak ada yang bisa menjamin di hari nanti ia akan menemukan arti cinta yang lebih besar daripada yang ia rasakan saat ini.

Ya, pengalaman demi pengalaman menjalin hubungan dengan lawan jenis dapat memberikan pelajaran berharga bagi seseorang.

Dari kegagalan-kegagalan yang pernah dialami, ia dapat memetik pelajaran penting bagi relasinya di masa yang akan datang.

Apalagi, kondisi emosi seseorang saat masih muda masih sangat mungkin berubah ketika ia dewasa. Masa remaja dan masa muda identik dengan masa pencarian jati diri.

Hal-hal menyenangkan di masa lalu bisa jadi tidak lagi menyenangkan di masa depan. Hal itu karena perubahan yang terjadi pada diri seseorang yang secara psikologis memang belum matang dan siap untuk sebuah pernikahan.

Maka dari itu, dibutuhkan keseriusan dari semua pihak, baik orangtua, lingkungan, sekolah, termasuk juga pemerintah untuk memberikan batasan yang tegas tentang kapan seseorang pantas dan sudah siap untuk dinikahkan.

Baca Juga: Di Jerman Sifat Kebinatangan Dilarang hingga Ada UU-nya, Kakek di Thailand Ini Justru 'Cuma' Bayar Denda dan Dibebaskan Usai Tertangkap Basah Rudapaksa Seekor Sapi!

(*)