Find Us On Social Media :

Bentara Budaya dan Kebun Raya Bedugul Gelar Workshop Melukis di Atas Daun Kering

By Grid, Senin, 18 Juli 2022 | 17:36 WIB

Bentara Budaya dan Kebun Raya Bedugul, Bali, menyelenggarakan Workshop Melukis di Atas Daun Kering pada Sabtu (16/7/2022), pukul 10.00 WITA di Kebun Raya Bedugul, Bali.

Grid.ID - Bentara Budaya bekerja sama dengan Kebun Raya Bedugul, Bali, menyelenggarakan Workshop Melukis di Atas Daun Kering.

Kegiatan yang terangkum dalam program Ruang Kreatif Bentara ini berlangsung pada Sabtu (16/7/2022), pukul 10.00 WITA di Kebun Raya Bedugul, Bali.

Ini merupakan kali kedua Bentara Budaya berkolaborasi dengan Kebun Raya Bedugul, Bali, setelah sebelumnya sukses menggelar Workshop Melukis bersama Komunitas Lukis Cat Air (KOLCAI) Chapter Bali, pada Sabtu (30/4/2022).

Acara ini bertujuan mendorong terciptanya pergaulan kreatif bagi generasi muda dalam mengembangkan bakat dan minat yang dimiliki khususnya dalam bidang seni rupa.

Adapun narasumber pada workshop kali ini adalah Kadek Novi Sumariani, seniman muda yang kerap bereksperimen dalam karya-karyanya, semisal membuat warna-warna alami yang kemudian dijadikan pewarna kertas daur ulang, membuat eco print, dan beberapa instalasi dari kawat bendrat.

Karya-karyanya terinspirasi dari tanaman, bunga-bunga dan gerakan yoga.

Sebagai perupa, Novi telah berpartisipasi dalam berbagai pameran regional maupun nasional, antara lain: Pameran Instalasi (ART I) di Museum Puri Ubud Lukisan (2018), Pameran Instalasi bersama Perupa Perempuan Bali (PPB) di Art Center (2019), Pameran Instalasi Utusan Sosial Kilat Darurat bersama Perupa Muda Se-Indonesia di Bentara Budaya Bali (2019), Pameran Megarupa di Museum Arma, Ubud (2020), Pameran Online Seni, Perempuan dan Pandemi Bandung (2021), Pameran Cat Air dan Kertas Daur Ulang Pasca Imajiner di Jimbaran HUB (2021), dan lain-lain.

Pada workshop kali ini, Novi Sumariani akan mengajak peserta untuk merespon alam sekitar dan menuangkan kreativitasnya berupa melukis di atas media daun kering.

Peralatan yang dibutuhkan pun sederhana saja, yakni spidol, pensil, cat air atau akrilik.

Kegiatan yang juga bagian dari rangkaian Ulang Tahun Kebun Raya Bedugul, Bali, ini terbuka untuk para pegiat seni rupa, pelajar, generasi muda dan masyarakat umum.

Peserta tidak dipungut biaya apapun, dapat berpartisipasi dengan membawa peralatan sendiri serta terlebih dahulu mendaftar melalui narahubung penyelenggara. (*)

Bentara Budaya dengan Penerbit Buku Kompas Bersama ISI Surakarta dan Bali Ndeso Gelar acara Peluncuran dan Diskusi Buku Panggung, Sosok dan Seni

Grid.ID - Ardus M Sawega merupakan wartawan yang memiliki perhatian lebih pada wilayah seni budaya.

Perhatian pada wilayah seni budaya tertanam dari dini, dikarenakan Ardus tinggal di Solo, sebuah kota yang cukup tua, tempat berkembangnya seni budaya.

Kesenian memang wilayah yang kurang mendapat perhatian dari media mau pun wartawan.

Mereka yang berada dalam wilayah seni haruslah memiliki kecintaan lebih, tidak sekedar suka.

Keseriusan itulah yang ditunjukan Ardus melalui tulisan – tulisannya, dalam berbagai tulisan yang menampilkan kegiatan seni, atau tokoh seni, maka kita akan melihat kedalaman Ardus dalam mencoba memahami dan menampilkan pada publik.

Pada buku yang berjudul Panggung, Sosok, dan Seni ini terdapat kumpulan tulisan Ardus M Sawega dalam kurun waktu era 70 – an sampai era 2000 –an.

Sebagai wartawan akan terasa tulisan Ardus tidak sekadar reportase semata, namun memberi gambaran yang dalam tentang tema tulisan.

Tulisan – tulisan tersebut memberikan gambaran tentang perkembangan seni budaya di Indonesia terkhusus Solo dengan segala kompleksitasnya.

Catatan ini menjadi penting, bukan saja sebagai dokumentasi, namun memberi gambaran kalau kesenian sering kali tidak terduga kehadirannya di masyarakat.

Dinamika yang muncul tentu saja tidak semata-mata dipotret lewat tulisan, ekosistem kesenian waktu itu memungkinkan Ardus mampu mencatat berbagai peristiwa.

Para seniman diuntungkan dengan kondisi kesenian berkat dukungan dari berbagai lembaga seperti Taman Budaya, Bentara Budaya, media-media seperti Kompas, juga kampus seni seperti ISI Surakarta yang awalnya fokus pada tari, pedalangan, dan karawitan.

Ekosistem inilah menjadi dukungan bagi Ardus untuk menghadirka banyak peristiwa ke tingkat nasional lewat tulisan, terutama tulisan di Kompas. (*)

Pameran Seni Rupa Holistik: Dari Titik ke Penguatan Keluarga

Grid.ID - Kelompok Para Rupa Yogyakarta menggelar Pameran Seni Rupa Holistik: Dari Titik ke Penguatan Keluarga di Bentara Budaya Yogyakarta, Jalan Suroto 2, Kotabaru.

Pameran dibuka Minggu (17/7/2022), pukul 15.30 oleh Ibu Jumarsih, S.Pd., M.Pd., selaku Kepala SLB Negeri I Yogyakarta.

Pembukaan diisi dengan pantomim oleh M. Irsyad Hadyan, pertunjukan tari “Kaksa” oleh Nalitari, serta musik oleh Tanah and Friends.

Pameran akan berlangsung hingga Minggu (24/72022), pukul 10.00–21.00. WIB

Para Rupa terdiri dari enam anak dan remaja berkebutuhan khusus beserta keluarganya.

Mereka berkarya bersama sejak April 2019, dengan mengajak perupa Moelyono sebagai fasilitator.

Keenam anak Para Rupa yaitu Muhammad Irsyad Hadyan (tunagrahita ringan), Syifa Maulida Basuki (sindrom Down), Nadya Annisa Raharjo (mild autism), Indhira Larasati (tunagrahita ringan), Mathea Lintang Joy Adwedaputri (sindrom Down), dan Kireina Jud Aisyah (sindrom Down).

Di dalam pameran ini, Para Rupa tidak hanya menyajikan karya, namun juga menampilkan benda dan suasana yang dialami setiap anak sehari-hari di rumah.

Instalasi ini bertujuan untuk menghadirkan anak sebagai subjek, yang memiliki hak dasar untuk berkespresi, salah satunya melalui medium seni rupa.

Di dalam pendampingannya, Pak Moel mengajak anak-anak Para Rupa untuk mengeksplorasi unsur dasar seni visual, diawali dengan titik dan dilanjutkan dengan garis.

Eksplorasi dimulai dengan menggambar titik dua dimensi di atas kertas dan kanvas, lalu dikembangkan dengan membuat bentuk titik tiga dimensi.

Sewaktu sedang memasang keramik, Pak Uki (ayah Syifa) mencoba membuat bulatan menggunakan isian nat keramik.

Bahannya mudah didapatkan, tidak terlalu mahal, serta mudah dan menyenangkan dikerjakan di rumah.

Eksperimen ini kemudian terus dikembangkan di dalam proses Para Rupa menjadi beragam karya, yang dapat disaksikan di dalam pameran ini.

Sisi unik anak-anak Para Rupa turut ditampilkan di ruang galeri, melalui benda, karya, dan dokumentasi.

Misalnya, Hadyan merupakan atlet renang yang tergabung di National Paralympic Committee, suka bersepeda dan bermain pantomim, juga mahir menjahit dan membuat kue bolu.

Syifa dan Jud senang menggambar setiap hari dan sama-sama aktif mengikuti kegiatan-kegiatan POTADS (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome) Yogyakarta.

Nadya suka membuat kerajinan manik-manik. Laras gemar bermain bola. Sementara itu, Lintang menyukai tarian Jawa dan lagu-lagu berbahasa Jawa, serta sering mengikuti fashion show.

Semangat Para Rupa yaitu kebersamaan. Anak-anak Para Rupa pun lebih bersemangat berkarya ketika mereka berkumpul dan berkreasi bersama, yang biasanya dilakukan berpindah-pindah sebulan sekali, dari teras salah satu keluarga ke teras keluarga yang lain.

Pandemi COVID-19 yang merebak sejak 2020 membuat kegiatan berkumpul dan berkarya bersama ini sulit dilakukan.

Akan tetapi, anak-anak tetap berkarya bersama keluarga di rumah. Pak Moel memberi ‘pekerjaan rumah’ dan terus berkomunikasi dengan keluarga Para Rupa melalui grup WhatsApp.

Rencana untuk mengadakan pameran ini telah lama dibicarakan, namun terus tertunda karena pandemi

Baru sekarang keluarga Para Rupa Yogyakarta akhirnya mendapat kesempatan untuk melaksanakannya.

Para Rupa telah beberapa kali ikut memajang karya di dalam pameran kelompok, seperti Nandur Srawung 6: Gegayutan di Taman Budaya Yogyakarta pada 2019 dan Special Needs Art Festival 2019 di Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Namun demikian, inilah kali pertama Para Rupa menyelenggarakan pameran sendiri. Seluruh keluarga saling membantu menyiapkan dan mengelola pameran.

Keterlibatan keluarga merupakan simpul yang penting di dalam proses Para Rupa.

Selain memiliki kebutuhan dasar (basic needs), setiap anak juga punya hak dasar (basic rights), yang mesti dipenuhi dan didukung oleh keluarga.

Anak perlu belajar, perlu bermain, perlu mendapatkan kasih sayang orang tua, dan sebagainya.

Proses ini mengacu kepada pendekatan manusia sebagai makhluk holistik, yaitu memiliki dimensi fisik, sosial, emosional, intelektual, dan spiritual yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. (*)