Find Us On Social Media :

Saksi Meringankan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Akui Laporan Kekerasan Seksual di Polres Jakarta Selatan Kurang Tepat

By Annisa Dienfitri, Selasa, 3 Januari 2023 | 12:13 WIB

Saksi meringankan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Said Karim saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).

Laporan Wartawan Grid.ID, Annisa Dienfitri

Grid.ID - Saksi meringankan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Said Karim, akui kasus kekerasan seksual yang dilaporkan di Polres Jakarta Selatan keliru.

Menurut Said Karim, seyogyanya kekerasan seksual yang terjadi di Magelang dilaporkan pula di Polres kota tersebut.

"Misalnya (kekerasan seksual) terjadi di Magelang, tapi dilaporkan di Jakarta Selatan, ini adalah pengajuan yang kurang tepat."

"Mestinya dilaporkan juga di Polres Magelang," jelas Said Karim saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).

Kendati demikian, Said klaim bahwa tidak berarti peristiwa kekerasan seksual di Magelang tidak terjadi.

"Tetapi tidak berarti bahwa peristiwa itu tidak benar, tidak terjadi," tambah ahli pidana Universitas Hasanuddin (Unhas) itu.

Said Karim juga menerangkan tentang SP3, surat pemberhentian pengusutan kasus, yang diterbitkan penyidik Polres Jakarta Selatan.

Menurut Said, alasan diterbitkannya SP3 harus dikaji kembali, apakah karena terduga pelaku sudah meninggal dunia atau kurangnya bukti.

"Kalo (terduga pelaku) sudah meninggal dunia, (kekerasan seksual) tidak perlu dipersoalkan, karena siapa lagi yang akan dituntut?."

"Di pasal 77, 78 KUHP bahwa gugur hak penuntutan perkara," jelas Said.

Baca Juga: Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Kompak Menolak Jadi Saksi untuk Satu Sama Lain

Seperti diketahui, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi mempertahankan motif pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J akibat peristiwa kekerasan seksual.

Namun, meski mengaku mendapat kekerasan seksual dari Brigadir J di Magelang, Putri Candrawathi tidak melakukan visum.

Padahal menurut Said, visum merupakan salah satu bukti adanya tindak pidana kekerasan seksual.

"Kalo menurut pendapat saya bahwa visum ini adalah memang salah satu bukti yang dapat membuktikan terjadinya tindak pidana kekerasan seksual atau perkosaan," jelas Said.

Walau demikian, Said membantah bahwa visum merupakan satu-satunya alat bukti kekerasan seksual.

"Tapi tidak berarti tidak adanya visum, peristiwa pelecehan dianggap tidak terjadi. Itu hanya salah satu alat bukti," tandasnya.

(*)