Find Us On Social Media :

Anti Hedon, Polisi di Samarinda Ini Tak Gengsi Nyambi jadi Tukang Gali Kubur, Alasannya Bikin Hati Adem

By Grid., Jumat, 24 Maret 2023 | 04:00 WIB

Polisi di Samarinda Ini Tak Gengsi Nyambi jadi Tukang Gali Kubur

Grid.ID - Di tengah maraknya gaya hidup hedonis para pejabat kepolisian, ternyata masih ada beberapa anggota polisi yang sederhana.

Meski telah berprofesi sebagai polisi, pria ini tak gengsi melakoni pekerjaan sebagai tukang gali kubur.

Bahkan, ia mengaku pekerjaannya ini ia lakukan sejak masih kecil dengan alasan yang cukup miris.

Lalu siapakah sosok polisi tersebut?

Dia adalah Bripka Joko Hadi Aprianto, seorang anggota polisi asal Samarinda, Kalimantan Timur.

Pekerjaan menggali kuburan warga di Pemakaman Muslimin Peng Ah Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Sungai Kunjang, Kota Samarinda, sudah dilakoninya selama 23 tahun.

Dilakukan sejak kecil

Bripka Joko rupanya telah menjadi penggali kubur sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).

“Ini sudah kerjaan dulu, bisa hidup sekarang dari kerja gali kubur, sampai sekarang tidak mau lepas,” ujar Bripka Joko, saat dihubungi oleh Kompas.com pada Rabu (22/3/2023).

Baca Juga: Jantung Hampir Copot Gegara Jenazah yang Akan Dimakamkan Buka Mata, Tukang Gali Kubur Langsung Lakukan Hal Ini

Bripka Joko bercerita, ayahnya adalah seorang anggota polisi berpangkat Tamtama.

Joko mengakui sejak dahulu kehidupan keluarganya jauh dari berkecukupan.

Sehingga untuk membantu perekonomian keluarga, Joko menjadi tukang gali kubur.

“Butuh uang buat belanja, bapak masih tamtama anak tujuh, saya yang nomor keempat,” ujarnya.

Tidak hanya menjadi tukang gali kubur, Joko saat itu juga menjual air, kembang, pasir dan bata untuk tambahan penghasilan.

Sebab sejak di bangku SMP, dirinya terbiasa membantu orangtuanya untuk mencari tambahan biaya hidup keluarganya.

"Saat itu susah cari rezeki sementara setiap bulan keperluan banyak.

Ya makanya saya jadi tukang gali kubur sampai sekarang juga masih," ungkapnya.

Niat kemanusiaan

Dahulu, saat masih SMP, Bripka Joko bercerita, dirinya mendapatkan upah Rp 35.000 dari menggali kuburan.

Baca Juga: Merasa Ada Ganjalan, Pria di Serang Bongkar Makam Istrinya Usai 5 Hari Meninggal Karena Terpapar Covid-19, Akhirnya Keluarga Lakukan Hal Ini Setelah Gali Kubur Jenazah

Upah itu digunakan untuk membantu orangtuanya.

Namun dari niat semula mencari tambahan penghasilan untuk keluarga kini bergeser.

Bripka Joko yang menjadi ketua penggali kubur kini melakukan pekerjaan tersebut karena kemanusiaan.

"Dulu waktu masih sekolah SMP Rp 35.000 upah gali kubur, sekarang saya sering nombok, biasanya bagi yang kurang mampu saya gratiskan, tapi anggota tetap saya gaji pakai uang pribadi," kata ayah dari lima orang anak itu.

Kuburkan 14 jenazah sehari

Bripka Joko menjelaskan, di pemakaman tersebut ada tim penggali kubur lain selain timnya.

Sehingga pekerjaan memakamkan warga bisa dibagi dua tim.

Rata-rata dalam seminggu, timnya bisa menguburkan 8-11 jenazah.

Namun, Bripka Joko mengatakan, paling banyak timnya menguburkan 14 jenazah sehari saat pandemi Covid-19.

"Kalau yang paling banyak pas Covid-19 ada 14 jenazah sehari.

Kalau satu minggu ini kami kuburkan 11 jenazah," ungkap dia.

Baca Juga: 2 Bulan Tak Berani Tidur di Rumah, Herman Ceritakan Kisahnya Menjadi Penggali Kubur Jenazah Covid-19: Saya Hanya Berdoa Minta Perlindungan Sama Allah

Dukungan pimpinan

Meski sudah menjadi anggota polisi, Joko tetap setia melakukan kerjaan sampingannya itu.

Bukan lagi untuk mencari uang, kini dia melakoninya demi pahala.

“Memang kerjaannya begini, buat cari bekal mati,” kata dia.

Menurut Joko, pimpinannya pun memberikan dukungan.

"Alhamdulilah pimpinan saya mendukung, karena memang bagian dari pedoman hidup Polsi sesuai UU 2 Tahun 2022 Pasal 13 yaitu tentang Pelindung, Pelayan, Pengayom masyarakat.

Nah, yang saya lakukan ini pelayanan saya buat masyarakat yang berduka," tutup dia.

Artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com dengan judul Kisah Bripka Joko Polisi yang Nyambi Jadi Tukang Gali Kubur, Niat Mulia Bantu Ekonomi Orangtua

(*)