Find Us On Social Media :

Teman Bangku SMA Beberkan Proses 'Cuci Otak' Dita Supriyanto, Pelaku Bom Bunuh Diri di Surabaya

By Seto Ajinugroho, Kamis, 24 Mei 2018 | 02:00 WIB

Dita Supriyanto bersama istri dan keempat anaknya

Grid.ID - Dita Supriyanto, pelaku teror bom tiga gereja di Surabaya yang mengajak istri dan keempat anaknya untuk melakukan bom bunuh diri masih terus dibicarakan masyarakat.

Banyak yang bertanya-tanya bagaimana ia bisa sampai hati mengajak keluarganya untuk mati bersama-sama.

Salah satu teman bangku SMA Dita bernama Ahmad Faiz Zainuddin kemudian mengungkapkan bagaimana proses 'cuci otak' terhadap pelaku teror itu.

Ahmad Faiz juga mengaku tak terkejut dengan aksi bom bunuh diri yang dilakukan Dita sekeluarga di tiga gereja di Surabaya Minggu (13/5) silam.

BACA : Tragedi Pesawat Tergelincir, Jatuh dan Terbelah Dua, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

"Saya menyesal, saya sedih atas kejadian ini, tapi saya enggak kaget. Benihnya ini (radikalisme) sudah dipupuk sangat lama, sekarang kita panen raya saja," kata Ahmad Faiz saat ditemui di Surabaya, Selasa (22/5) seperti dikutip dari Surya.co.id.

Ahmad Faiz juga bercerita tentang kegiatan Dita sewaktu duduk di bangku SMA.

Menurutnya ada beberapa orang mentor yang menjejalkan ideologi salah kaprah kepada Dita semasa SMA dulu.

"Kok saya berani cerita banyak? Karena saya berteman dekat dengan beberapa orang yang berada di lingkaran pertama Dita, mentor ideologisnya," kata Faiz.

Namun para mentor Dita dahulu saat ini sudah bertobat.

BACA : 10 Potret Kue Pernikahan Kerajaan Dunia, Dari yang Sederhana Sampai Mewah Bertaburan Bunga

Banyak teman sekelas Dita membanjiri kolom komentar akun facebook Faiz.

Mereka bilang Dita itu pribadi yang baik, suka bersedekah dan setia kawan serta masih banyak lagi lainnya.

Ahmad Faiz juga tak membantah pernyataan tersebut.

"Yang perlu orang orang sadari, kenal Dita atau orang orang seperti ini, kenalnya sejauh mana? Tetangganya saja tidak tahu. Ibunya juga enggak tahu, begitu pula teman teman di pengajian. Siapa yang tahu? Ya yang mengkader Dita, mentornya," ungkap Faiz.

Ahmad Faiz juga melanjutkan bahwa orang-orang seperti Dita tak akan sharing kepada semua orang tentang apa yang diperbuatnya.

BACA : Rekaman CCTV Ungkap Kasus Penculikan Wanita di Bandara

"Saya tahu dia dari orang-orang yang pernah jadi mentor Dita saat itu. Saya berteman baik dengan para mentor itu, bahkan sampai mereka bertobat sekarang," tambah Faiz.

Ahmad Faiz mengungkapkan saat dirinya dan Dita duduk di bangku SMA, ideologi yang disampaikan para mentornya masih dalam meyakini negara tidak benar lantaran aturan yang dipakai bukan Islam.

Saat itu ideologi salah kaprah tersebut hanya diyakini dalam hati saja, tidak ada unsur kekerasan.

"Nah Dita sudah punya benih saat di SMA, kemudian dia berevolusi ke organisasi yang lebih ekstrem, menghalalkan darah orang lain. Menjadi teroris itu tidak ujug-ujug (mendadak), ada prosesnya," lanjut Faiz.

Pada proses menjadi teroris tersebut, Ahmad Faiz menyebutkan ada empat stadium hingga seseorang bisa berubah menjadi teroris.

"Stadium empat sekarang jumlahnya masih kecil, tapi kalau stadium satu sudah banyak," ujar Faiz.

Stadium satu ditandai bahwa seseorang hanya akan mempercayai bahwa golongannya saja yang paling benar.

Stadium dua menganggap sistem negara tidak benar.

Stadium tiga mulai menggunakan kekerasan verbal untuk menunjukkan ketidaksukaannya.

Hingga stadium empat yang sudah menggunakan kekerasan fisik.

Proses 'cuci otak' itu terjadi tanpa disadari oleh para calon teroris.

Menurut Faiz, Dita adalah orang baik, cuma terkena ideologi yang salah.

"Mereka ada di tengah-tengah kita, tidak mudah untuk dikenali," katanya.

Namun Ahmad Faiz juga mengakui ada beberapa kasus seseorang bisa berubah menjadi teroris dalam waktu singkat.

"Tapi ada juga yang sehari. Ali Imron pernah diwawancara oleh Wahid Foundation. Ia mengatakan beri saya anak yang ghiroh keagamaannya sedang tinggi-tingginya, dalam waktu 24 jam dia bisa jadi pengantin (pengebom bunuh diri),' pungkas Faiz.(*)