Find Us On Social Media :

Kisah Remaja Yaman Bersekolah di Tengah-tengah Perang : Bom Jadi 'Kejutan' Saat Kami Berangkat Sekolah

By Andika Thaselia, Kamis, 6 September 2018 | 13:07 WIB

Hanin al-Asaadi (14) menceritakan bagaimana berangkat sekolah saat berada di tengah-tengah situasi Perang Saudara Yaman.

Laporan Wartawan Grid.ID, Andika Thaselia Prahastiwi

Grid.ID - Tak ada yang menyukai atmosfir yang diciptakan oleh peperangan, termasuk gadis 14 tahun ini.

Hanin al-Asaadi adalah remaja yang duduk di bangku kelas 8 (SMP) di Sanaa, Yaman.

Keluarganya harus tinggal di bawah tekanan serentetan teror akibat Perang Saudara di Yaman sejak Maret 2015 lalu.

Hanin al-Asaadi adalah satu dari 4 bersaudara yang terdiri dari kedua kakaknya, Khulood (17) dan Asma (16), lalu adiknya, Yousef (5).

Ayahnya, Mohammad al-Asaadi adalah mantan wartawan yang kini bekerja di United Nations Emergency Children's Fund atau yang lebih dikenal dengan sebutan UNICEF.

Baca Juga : Tak Pulang ke Rumah Selama 5 Hari, Murid SD di Blitar Mengaku Dilecehkan oleh 8 Pria

Bersama sang Istri, Shams, Mohammad al-Asaadi harus rela membesarkan keempat anak mereka di dalam kungkungan medan pertempuran.

Meskipun tinggal di ibukota Yaman, namun dalam kehidupan sehari-hari, Hanin al-Asaadi dan ketiga saudaranya tetap akrab dengan serentetan pengeboman dan baku tembak, tak terkecuali ketika berangkat sekolah.

Beberapa waktu yang lalu, Hanin al-Asaadi berbagi pengalamannya melalui sebuah surat yang dia kirim dan kemudian dimuat oleh BuzzFeed News.

Melalui surat yang dimuat dalam artikel terbitan 28 Agustus 2018 lalu itu, Hanin al-Asaadi menceritakan bagaimana rasanya berangkat sekolah saat tengah terjadi peperangan.

Mungkin gambaran ini masih terlalu abstrak bagi masyarakat yang tinggal di tempat yang relatif kondusif.

Baca Juga : Gagal Juarai Asian Games 2018, Atlet Bulutangkis Malaysia Salahkan Pelatih yang Salah Satunya dari Indonesia

Tapi tidak demikian dengan Hanin al-Asaadi dan keluarganya.

Hanin al-Asaadi bahkan tahu bagaimana rasanya saat sebuah bom besar meledak di dekatnya, lalu seketika tubuhnya dihujani pasir, batu, dan serpihan bom.

Hanin al-Asaadi memulai suratnya dengan meyakinkan bahwa perang bukanlah hal yang menyenangkan.

Perang adalah "kisah yang menyeramkan, semua orang merasa ketakutan, tak ada yang menyukainya, dan ini sangat buruk," tulis Hanin al-Asaadi.

Hanin al-Asaadi mengatakan bahwa keadaan ini jauh berbeda dari lima tahun yang lalu.

Baca Juga : Jepang Dilanda Topan Dahsyat, Ratusan Mobil Saling Tumpang Tindih di Jalan Hingga Atap Rumah Berterbangan

"Lima tahun yang lalu, kami hidup normal, kami aman bersama keluarga dan teman, bermain, berlarian, bercanda, dan belajar tanpa ada rasa takut.

"Lalu tiba-tiba saja, perang gila ini dimulai," tulisnya.

Perang membuat teman bahkan keluarga terpisah jauh demi faktor keamanan.

Bahkan sebagian besar sahabat-sahabat Hanin al-Asaadi sudah tak bisa lagi berkumpul dengannya saat ini.

"Sebagian besar sahabatku sudah mengungsi dan aku sudah tidak melihat mereka lagi sejak perang (maaf) sialan ini dimulai," ungkapnya.

Baca Juga : Setelah 13 Tahun Akhirnya FBI Temukan Sepatu Rubi yang Hilang Dicuri

Bahkan, dari jumlah murid sekelas yang awalnya berjumlah 30 orang, sekarang hanya tinggal kurang dari setengahnya saja.

Hanin al-Asaadi masih teringat ketika dulu berangkat sekolah dengan perasaan tenang dan riang gembira, tapi kini perang sudah mengubah segalanya.

"Sekarang bom jadi 'kejutan' saat kami berangkat sekolah, atau di tempat-tempat yang tak terduga seperti contohnya, taman."

Hanin al-Asaadi sendiri pernah mengalami sendiri betapa mengerikannya sebuah teror bom saat sedang berlibur bersama keluarganya di sebuah taman.

"Beberapa bulan yang lalu kami memutuskan untuk melakukan hal yang berbeda dan pergi ke taman (Fun City), kami pergi ke sana untuk bersenang-senang tapi bom justru mengubah segalanya, semua pengunjung taman langsung berhamburan ke pintu keluar," tulis Hanin al-Asaadi.

Baca Juga : 5 Penyebab Rupiah Melemah dan Tembus Rp 15 Ribu Rupiah per Dolar AS

Memori ini tentu melekat erat di ingatannya.

"Taman menjadi tak karuan, kami terus berlarian, kami baru akan naik bus untuk pulang ke rumah tapi bom ketiga meledak," lanjutnya.

Yang terjadi setelahnya mungkin mirip dengan adegan-adegan peperangan yang akan kamu lihat di film.

Tapi sekali lagi, ini adalah pengalaman nyata yang dialami oleh keluarga-keluarga di Yaman.

"(Bomnya) sangat dekat dengan kami, serpihan-serpihan bom, batu dan pasir menghujani tubuh kami dengan deras.

Baca Juga : Tahun Baru Islam 1 Muharram 1440 H: Kesempatan Lakukan Puasa Sehari yang Dapat Hapuskan Dosa Setahun Penuh

"Kami pulang dalam keadaan takut," tulis Hanin al-Asaadi.

Pengalaman traumatis ini kemudian membuat keluarganya harus menghentikan segala aktivitas bersenang-senang mereka.

"Tak ada lagi pergi ke taman, tak ada lagi bermain, tak ada lagi liburan keluarga sambil mendaki gunung, singkatnya tak bisa lagi bersenang-senang!"

Di akhir suratnya, Hanin al-Asaadi mengungkan keinginannya agar Yaman kembali aman seperti negara-negara lainnya.

Meskipun situasinya mencekam seperti ini, Hanin al-Asaadi tetap semangat belajar dan menuntut ilmu di sekolah. (*)