Find Us On Social Media :

Apa Itu Resiliensi? Ini Pentingnya Ajarkan Anak Soal Ketangguhan

By Maharani Kusuma Daruwati, Minggu, 1 Oktober 2023 | 19:30 WIB

Ilustrasi orangtua mendidik anak mengenai resiliensi

Parapuan.co - Mendidik anak bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.

Berbagai aspek penting perlu diperhatikan untuk mendidik dan memaksimalkan tumbuh kembang si kecil. 

Mengutip dari American Psychological Association (APA), masalah yang dihadapi anak-anak antara lain adalah beradaptasi dengan ruang kelas baru, perundungan (bullying) oleh teman sekelas, atau kekerasan di rumah, namun ketahanan adalah kemampuan untuk berkembang meskipun menghadapi tantangan-tantangan ini.

Resiliensi atau ketangguhan penting untuk diajarkan pada anak sejak dini.

Kita cenderung mengidealkan masa kanak-kanak sebagai masa tanpa beban, namun masa remaja saja tidak memberikan perlindungan terhadap luka emosional, tantangan, dan trauma yang dihadapi banyak anak.

Anak-anak dapat diminta untuk menghadapi masalah mulai dari beradaptasi dengan kelas baru atau sekolah online hingga perundungan oleh teman sebaya atau bahkan pergumulan di rumah.

Ditambah lagi dengan ketidakpastian yang merupakan bagian dari pertumbuhan di dunia yang kompleks, dan masa kanak-kanak bisa jadi tidak berarti apa-apa.

Kemampuan untuk berkembang meskipun menghadapi tantangan-tantangan ini muncul dari keterampilan ketahanan.

Kabar baiknya adalah keterampilan resiliensi dapat dipelajari.

Baca Juga: Tak Melulu Soal Uang, Ini 3 Tips Psikologi agar Sukses Dalam Hidup

Membangun ketahanan atau resiliensi, kemampuan untuk beradaptasi dengan baik terhadap kesulitan, trauma, tragedi, ancaman, atau bahkan sumber stres yang signifikan, dapat membantu anak-anak kita mengelola stres dan perasaan cemas serta ketidakpastian.

Namun, menjadi tangguh bukan berarti anak tidak akan mengalami kesulitan atau kesusahan.

Rasa sakit emosional, kesedihan, dan kecemasan biasa terjadi ketika kita mengalami trauma besar atau kehilangan pribadi, atau bahkan ketika kita mendengar kehilangan atau trauma orang lain.

Berikut ini 10 tips membagun resiliensi pada anak dan remaja menurut APA:

  1. Jalin koneksi.
  2. Bantulah anak dengan meminta mereka membantu orang lain.
  3. Pertahankan rutinitas sehari-hari.
  4. Istirahat.
  5. Ajari anak perawatan diri.
  6. Ajari anak menetapkan tujuannya.
  7. Kembangkan pandangan diri yang positif.
  8. Pertahankan segala sesuatunya dalam perspektif dan pertahankan pandangan yang penuh harapan.
  9. Carilah peluang untuk penemuan diri.
  10. Ajari anak untuk menerima perubahan.

Nah, berhubungan dengan mengajarkan anak mengenai resiliensi, HEI Schools Senayan, cabang pertama sekolah PAUD dan TK asal Finlandia di Indonesia, baru saja menggelar sesi bincang edukasi bersama Lasse Lipponen, Profesor PAUD dari Universitas Helsinki yang hasil risetnya digunakan dalam merancang kegiatan belajar mengajar di HEI Schools.

Berjudul ”Children, Care, and Compassion: A Conversation with Professor Lasse Lipponen”, acara yang juga dihadiri oleh sesama pendidik ini membahas bagaimana kompetensi emosional, rasa kepedulian yang tinggi (care), dan kasih sayang (compassion) anak dapat meningkatkan kemampuan resiliensi yang penting diasah sejak dini.

Melalui risetnya, Profesor Lasse percaya seorang anak dengan kemampuan resiliensi dapat memahami, mengelola, dan mengatasi segala situasi di era modern yang serba cepat dan penuh tuntutan kompetisi ini.

Compassion, care, dan empati adalah inti yang menghubungkan kita satu sama lain. Tanpa mereka, kita tidak mampu menghormati orang lain, melindungi sesama dari bahaya, dan tanggap akan kebutuhan bersama,” ungkap Profesor Lasse Lipponen, seperti dikutip dari rilis yang diterima PARAPUAN.

Baca Juga: Peran Penting Perempuan dalam Kesiapsiagaan dan Ketangguhan Bencana

“Pandemi membuka mata kita dan memperlihatkan bagaimana compassion, care, dan empati membentuk cara kita berinteraksi ketika menghadapi masalah atau berada di situasi yang tidak nyaman. Kita tergerak untuk membantu dan menguatkan satu sama lain sebagai satu kelompok. Inilah mengapa ketiga hal tersebut haruslah menjadi landasan dari cara kita hidup bermasyarakat,” tambahnya.

Compassion dan Care jugalah yang menjadi basis dari kegiatan belajar-mengajar di HEI Schools Senayan. Di sekolah ini, anak belajar dengan pemahaman akan pentingnya menghadapi ketidaknyamanan, memandang kesalahan sebagai alat pembelajaran, dan bekerja sama menghadapi suatu rintangan sebagai satu kelompok.

Anak-anak terbukti dapat tumbuh dengan kecakapan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, gigih dalam berusaha, dan mudah membangun relasi yang sehat dengan keluarga, teman, maupun komunitas mereka.

Berikut adalah tiga bentuk kepedulian yang tanamkan sejak dini:

Care for Oneself - Rasa Peduli pada Diri Sendiri

Self-care dan self-compassion bukanlah semata-mata tren hidup berkesadaran. Jika anak-anak sudah terbiasa belajar memahami dan memenuhi kebutuhan diri, baik fisik, mental, maupun emosional, ia akan mudah menjalani keseharian.

Anak-anak dapat belajar bagaimana mengelola emosi negatif seperti marah, frustrasi, atau kecemasan. Kemampuan ini akan membantu mereka tidak hanya dalam konteks pendidikan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari ketika mereka dihadapkan pada situasi yang menuntut kontrol emosi.

Care for Others - Rasa Peduli pada Orang Lain

Ketika anak sudah memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, maka ia memiliki energi dan motivasi yang cukup untuk berbagi kepada orang-orang di sekelilingnya.

Melalui pembelajaran kekuatan berbagi, anak belajar untuk menjadi versi terbaik yang mampu memberikan manfaat atau bantuan kepada orang lain.

Mendorong anak untuk terlibat dalam kegiatan sosial secara rutin dapat membantu mereka menginternalisasi peran sebagai makhluk sosial. Kemampuan ini adalah salah satu aspek kunci dalam membentuk kepribadian yang baik dan altruistik. 

Care for the Planet - Rasa Peduli pada Planet dan Dunia

Alam dan manusia hidup berdampingan. Melalui rasa peduli pada diri sendiri dan orang lain, secara otomatis anak akan peduli pada lingkungan tempatnya bertumbuh.

Anak-anak yang terbiasa bekerja dalam kelompok, berdiskusi, dan mencari solusi bersama teman-teman mereka cenderung lebih inovatif dan mampu menyelesaikan masalah dengan lebih baik. Di sinilah para pendidik dapat memperkenalkan kebiasaan baik untuk merawat “rumah”, planet kita, dalam keseharian.

Kepedulian, kasih sayang, dan empati terus dipupuk dalam semua kegiatan.

Ruang belajar, aktivitas sehari-hari, dan para guru pembimbing dirancang sedemikian rupa agar anak-anak menemukan minat untuk belajar melalui pengalaman hidup sehari-hari.

Dengan demikian, anak-anak memiliki kompetensi emosional yang mumpuni dan siap melangkah ke tahap pendidikan selanjutnya dengan resiliensi berdasarkan compassion dan care.

Baca Juga: Putri Erick Thohir Ungkap Rahasia Ayah di Rumah, Ini Tips Parenting Ayah ke Anak Perempuan

(*)