Melihat lokasi Titik Nol Bulukumba
Tidak jauh dari Pantai Tanjung Bira, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan juga baru-baru ini memperkenalkan wisata Titik Nol Bulukumba.
Lokasi wisata ini disebut sebagai salah satu destinasi yang cukup ekstrem karena berada pada titik bertemunya arus angin barat dan angin timur, serta arus laut dari arah Selat Makassar dan Laut Flores.
Para pengunjung Titik Nol Bulukumba ini dapat berfoto di depan tugu perahu pinisi dan prasasti penanda Titik Nol Bulukumba yang berada di ketinggian 50 m di atas permukaan laut.
Lokasi ini juga merupakan tempat yang cocok untuk Kawan Puan menikmati pemandangan matahari terbit maupun terbenam.
Menikmati segarnya udara khas pegunungan di Desa Kahayya
Terletak kurang lebih 34 km arah utara dari pusat kota Bulukumba, Desa Kahayya menjadi pilihan destinasi yang tepat apabila kamu ingin melepas penat dari suasana perkotaan.
Nama Kahayya sendiri diambil dari Bahasa Konjo, di mana “kaha” berarti kopi dan penambahan kata “yya” di belakangnya sebagai penegasan dari kata sebelumnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Desa Kahayya merupakan daerah penghasil kopi terbaik di Bulukumba.
Besarnya potensi wisata yang ada pada Desa Kahayya ini juga telah menjadikannya sebagai desa wisata Kemenparekraf (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) dengan kategori berkembang.
Namun, fakta geografis Desa Kahayya yang berada tepat di bawah kaki gunung Lompobattang membuat kondisi jalan yang harus ditempuh menjadi sedikit lebih menantang.
Baca Juga: 4 Rekomendasi Destinasi Wisata untuk Itinerary 1 Hari di Ubud Bali
Melihat budaya pembuatan kapal pinisi di Desa Tana Beru
Di luar wisata alamnya yang indah, Bulukumba juga kaya akan wisata budayanya.
Dengan mengunjungi Desa Tana Beru, kamu dapat melihat pekerjaan masyarakat setempat yang membangun kapal pinisi secara manual tanpa adanya gambar rancangan bangunan.
Kebudayaan ini sukses meraih sertifikat dari UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda.
Perahu dari Desa Tana Beru ini telah melanglang buana ke berbagai negara dan 75% dari pesanan kapal datang dari luar negeri dengan harga miliaran.
Tradisi pembuatan perahu yang diakui sebagai salah satu sumber nafkah warga Bulukumba ini pun masih dipertahankan.
Di mana proses memilih kayu hanya dapat dilakukan pada hari yang diyakini baik, yaitu hari kelima atau hari ketujuh pada setiap bulan dengan kepercayaan angka lima melambangkan rezeki yang telah diraih dan angka tujuh melambangkan selalu mendapatkan rezeki.
Selain itu saat akan berlayar, masyarakat setempat juga akan melaksanakan upacara Maccera Lopi dengan tujuan menyucikan perahu agar diberi keselamatan.
Penulis | : | Maharani Kusuma Daruwati |
Editor | : | Maharani Kusuma Daruwati |
KOMENTAR