Seraya berdiri dari tempat salatnya, Rojali mengajak. "Mari saya ceritakan supaya jelas semuanya," ajaknya keluar dari musala.
Dia mulai menuturkan saat awal pertemuannya dengan MA di depan musala yang didominasi warna biru cerah itu.
MA sama sekali tidak mengucap salam atau senyum kepada pria berusia 40 tahun itu. Padahal dia berada persis di halaman musala.
MA kemudian mulai mencari tempat Wudhu untuk menunaikan salat Ashar.
Sementara Rojali mengambil selang air untuk diisi di dalam sebuah ember besar tidak jauh dari halaman musala.
Pasalnya, pada hari itu, akan ada acara haul organisasi setempat yang akan diadakan di musala itu.
"Itu di depan banyak debunya, jadi saya mau bersihkan halaman. Soalnya malam mau dipakai acara. Jadi saat saya isi ember, MA itu ambil wudhu di keran kedua itu," dia menunjuk tempat Wudhu yang berada di sisi kanan musala.
Beberapa saat kemudian, dia kembali berpapasan dengan MA yang hendak keluar dari musala, dan sekali lagi, tidak ada senyum dan sapa kepada Rojali yang hendak kembali ke Musala dari warung pulsa yang berjarak 10 meter.
"Pas keluar ya biasa saja, saya tidak memerhatikan betul dia. Hanya lewat saja sudah," tuturnya.
Zainudin, kerabat Rojali tidak lama datang untuk mengecek kesiapan sound system musala yang akan digunakan untuk acara malam itu.
Di situ, Rojali baru sadar ketika satu amplifiernya yang digunakan untuk adzan Ashar sudah lenyap.
Penulis | : | Aji Bramastra |
Editor | : | Aji Bramastra |