Dikutip wartawan Grid.ID dari RT, mutilasi genital sebetulnya tidak memiliki manfaat kesehatan untuk anak perempuan dan wanita dewasa.
Bahkan, bukan tidak mungkin praktik Female Genital Mutilation (FGM) mampu menyebabkan pendarahan hebat, kista, serta infeksi.
Resiko paling miris, dapat menyebabkan komplikasi pada persalinan dan peningkatan risiko kematian bayi baru lahir.
(Baca juga: Alasan Pria Berlutut dengan Satu Kaki Saat Melamar Wanita yang Dicintainya)
Grace Uwizeye, bagian dari tim Equality Now End Harmful Practices, berkampanye untuk mengakhiri FGM.
Bercerita kepada RT, "Praktik ini paling umum terjadi di wilayah barat, timur, serta timur laut Afrika."
"Di beberapa negara Timur Tengah, Asia, dan sejumlah area di dekat wilayah ini juga terjadi," dan Indonesia menjadi negara ketiga terbanyak dalam adegan sunat perempuan.
Aktivitas semacam ini bagi Uwizeye, "Melanggar hak seseorang atas kesehatan, keamanan, integritas fisik, hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia, dan tentu saja hak untuk hidup saat prosedur tersebut justru menghasilkan kematian."
(Baca juga: Berapa Kali Penggantian Pembalut Saat Haid Agar Miss V Tetap Bersih? Ini Kata Dokter!)
Presiden Liberia, Ellen Johnson Sirleaf, di masa akhir jabatannya melarangan praktik mutilasi alat kelamin perempuan yang akan berlaku selama 12 bulan ke depan.
Dikutip wartawan Grid.ID dari Reuters, perintah eksekutif diluncurkan akhir pekan lalu sebelum lengser dengan menandatangani RUU Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Srileaf adalah presiden wanita pertama di Afrika.
Penulis | : | Ahmad Rifai |
Editor | : | Ahmad Rifai |