Laporan Wartawan Grid.ID, Ahmad Rifai
Grid.ID - Kurang lebih ada 200 juta anak perempuan dan wanita dewasa dari 30 negara telah menjadi korban mutilasi genital, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Di Indonesia, praktik semacam ini lebih akrab ditelinga dengan sebutan sunat perempuan.
Dikutip wartawan Grid.ID dari DW, seorang perempuan bersedia berbagi cerita saat disunat.
Tanpa dapat mengambil keputusan sendiri, ibunya tiba-tiba menyuruh dukun beranak untuk memotong genital sang perempuan yang kala itu masih berusia 6 tahun.
(Baca juga: Kencing Tiba-tiba Saat Tertawa, Normal Nggak ya? Begini Penjelasannya)
Begitu proses sunat telah terjadi, "Peristiwa itu masih kuat dalam ingatan saya."
"Ya, saya adalah termasuk satu di antara sejumlah perempuan yang disunat," lanjutnya.
Sampai sekarang, "Saya tidak mengerti, untuk apa saya disunat?"
Praktik mutilasi alat kelamin perempuan (Female Genital Mutilation) didefinisikan sebagai prosedur yang secara sengaja mengubah dan menyebabkan luka pada organ kelamin perempuan karena alasan non-medis.
(Baca juga: Bunga yang Satu Ini Wajib Hadir di Setiap Pernikahan Keluarga Kerajaan Inggris)
Tindakan seperti ini biasanya dilakukan antara pada masa bayi hingga usia 15.
Dikutip wartawan Grid.ID dari RT, mutilasi genital sebetulnya tidak memiliki manfaat kesehatan untuk anak perempuan dan wanita dewasa.
Bahkan, bukan tidak mungkin praktik Female Genital Mutilation (FGM) mampu menyebabkan pendarahan hebat, kista, serta infeksi.
Resiko paling miris, dapat menyebabkan komplikasi pada persalinan dan peningkatan risiko kematian bayi baru lahir.
(Baca juga: Alasan Pria Berlutut dengan Satu Kaki Saat Melamar Wanita yang Dicintainya)
Grace Uwizeye, bagian dari tim Equality Now End Harmful Practices, berkampanye untuk mengakhiri FGM.
Bercerita kepada RT, "Praktik ini paling umum terjadi di wilayah barat, timur, serta timur laut Afrika."
"Di beberapa negara Timur Tengah, Asia, dan sejumlah area di dekat wilayah ini juga terjadi," dan Indonesia menjadi negara ketiga terbanyak dalam adegan sunat perempuan.
Aktivitas semacam ini bagi Uwizeye, "Melanggar hak seseorang atas kesehatan, keamanan, integritas fisik, hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia, dan tentu saja hak untuk hidup saat prosedur tersebut justru menghasilkan kematian."
(Baca juga: Berapa Kali Penggantian Pembalut Saat Haid Agar Miss V Tetap Bersih? Ini Kata Dokter!)
Presiden Liberia, Ellen Johnson Sirleaf, di masa akhir jabatannya melarangan praktik mutilasi alat kelamin perempuan yang akan berlaku selama 12 bulan ke depan.
Dikutip wartawan Grid.ID dari Reuters, perintah eksekutif diluncurkan akhir pekan lalu sebelum lengser dengan menandatangani RUU Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Srileaf adalah presiden wanita pertama di Afrika.
Liberia memiliki populasi 4,6 juta orang dan diperkirakan lebih dari 50 persen perempuan telah menjalani praktik FGM.
(Baca juga: Tindik Miss V, Benarkah Aman Untuk Bercinta? Ternyata Begini Jawabannya, Penasaran?)
Pada 22 Januari kemarin, dirinya resmi menyerahkan estafet kekuasaan kepada mantan pesepakbola beken George Weah.
Larangan sementara akan membuat mutilasi genital menjadi sebuah praktik ilegal bagi anak perempuan di bawah 18 tahun dan akan memerlukan persetujuan apabila dilakukan pada wanita dewasa.
"Kami berseru kepada Presidan Weah untuk melarang praktik FGM sebagai undang-undang permanen," ungkap Mackin Pajibo dari Liberian group Women Solidarity Incorporated kepada Reuters.
Menteri Gender Julia Duncan Cassel bahkan mengatakan, "Ibu Presiden, saat Anda meninggalkan kantor, ini akan menjadi warisan istimewa."
(Baca juga: Bosen Jadi Cewek, Aura Kasih Ubah Wajahnya Jadi Kayak Gini nih!)
Akan tetapi moratorium belum tentu bisa dilaksanakan sepenuhnya.
Pada kenyataannya, agenda ini belum dipublikasikan di Liberia secara menyeluruh.
Uwizeye mencoba realistis, "Sementara kami memuji mantan Presiden atas tindakannya, masih terlalu dini untuk merayakan kemenangan."
"Masih ada jalan panjang sebelum praktik FGM akan benar-benar ditegakkan secara kaffah di Liberia."
(Baca juga: Intip 3 Kreasi Gaya Luna Maya Memadukan Cropped Denim Pants, Stylish Banget deh!)
"Undang-undang itu sendiri tidak cukup kuat untuk menghalangi masyarakat mempraktikkan FGM."
"Pembuat kebijakan perlu mengembangkan strategi efektif guna melindungi anak perempuan dan wanita dewasa."
Sebuah diskusi lebih dalam perlu dilakukan untuk memperluas perlindungan kepada mereka yang berusia di atas 18 tahun.
Pungkas Uwizeye, "Meski RUU mencakup adanya persetujuan dari kaum hawa, tekanan dari masyarakat sangat besar sehingga tidak ada pilihan lain selain menjalani praktik FGM."(*)
Penulis | : | Ahmad Rifai |
Editor | : | Ahmad Rifai |