Namun, bentuk aset yang disita beragam mulai dari tanah, rumah, mobil dan lainnya.
Saya enggak hapal, enggak bisa saya iniin (taksir). Karena barang di rumah termasuk yang kita sita, kayak furniture kita sita, itu kan belum ada nilainya," ujar Tia.
Dalam surat permohonan penjualan aset yang disampaikan kuasa hukum tiga terdakwa, Tia menyatakan tidak dicantumkan nilai taksiran aset para terdakwa.
Walaupun tiga terdakwa dapat mengganti rugi atau memberangkatkan umroh, kejaksaan memastikan hal itu tidak akan menghapus perbuatan pidana para terdakwa.
"Kalau untuk itu tidak sih. Walaupun berhasil berangkatkan atau bayar semua kerugian, proses hukum tetap jalan," ujar Tia.
(Bikin Haru, Jadi Korban First Travel, Malah Bisa Berangkatkan 18 Orang Umroh)
Gelapkan ratusan miliar Berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum kasus ini, peristiwa pidana kasus ini terjadi dalam kurun 2015 hingga 2017.
Jaksa Heri Jerman mengatakan, selama dua tahun tersebut, para terdakwa mengambil uang yang telah disetorkan calon jamaah sebesar Rp 905,333 miliar.
Uang tersebut merupakan akumulasi dari uang yang disetorkan calon jamaah untuk paket promo senilai Rp 14,3 juta perorang.
Korban yang mendaftar dan membayar lunas paket tersebut sebanyak 93.295 orang.
Total uang yang didapatkan dari jumlah tersebut lebih dari Rp 1 triliun.
Dari jumlah tersebut, First Travel telah memberangkatkan puluhan ribu jemaah sehingga tersisa 63.310 calon jamaah yang terlantar.
Dengan demikian, uang Rp 905,333 miliar yang diambil para terdakwa merupakan uang dari 63.310 calon jamaah yang belum diberangkatkan. (*)
(Robertus Belarminus/Kompas.com)
Penulis | : | Alfa Pratama |
Editor | : | Alfa Pratama |