Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana
Grid.ID – Ternyata pandemi Covid-19 tidak hanya berpengaruh terhadap aspek kesehatan.
Mewabahnya virus ini juga berpengaruh pada hampir semua sektor kehidupan, termasuk kondisi psikis.
Mengutip laman Kompas.com, imbauan pemerintah dan WHO untuk stay home atau tinggal di rumah cukup menguntungkan bagi beberapa orang.
Namun untuk sekelompok lainnya, hal itu bisa jadi petaka dan menimbulkan krisis baru.
Laporan dari pihak kepolisian beberapa negara mengungkapkan kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) meningkat selama pandemi virus corona.
Tingkat kekerasan disebut menjadi lebih sering, lebih parah, dan lebih membahayakan.
Marianne Hester, sosiolog dari Bristol University yang mempelajari tentang kekerasan dalam hubungan menyebutkan bahwa pada dasarnya risiko KDRT meningkat ketika keluarga menghabiskan waktu bersama.
Misalnya pada hari raya seperti Natal dan liburan.
Lebih lanjut, seperti dirangkum Grid.ID dari laman Verywell Mind, para peneliti juga telah menemukan hubungan antara sindrom stres pascatrauma atau post-traumatic stress syndrome (PTSD) dengan KDRT.
Baca Juga: Nindy Ayunda Kini Sulit Percaya Seseorang Usai Mengaku Alami KDRT dan Diselingkuhi Suami
Data perkiraan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa setiap 60 detik, 20 orang dianiaya secara fisik oleh pasangan intimnya.
Ini berarti lebih dari 10 juta orang per tahun.
Kekerasan dalam hubungan juga ditemukan di antara orang-orang yang pernah mengalami peristiwa traumatis atau menderita PTSD.
Secara khusus, penelitian telah menemukan bahwa wanita yang mengalami pelecehan seksual dan emosional atau fisik di masa kanak-kanak, lebih mungkin mengalami kekerasan dalam hubungan intim dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki riwayat trauma masa kanak-kanak.
Orang dengan PTSD juga ditemukan lebih mungkin menjadi agresif dan terlibat dalam pelecehan pasangan intim daripada orang tanpa diagnosis PTSD.
Hubungan antara PTSD dan kekerasan telah ditemukan baik untuk pria maupun wanita.
Para peneliti berusaha untuk lebih memahami apa yang dapat membuat orang dengan riwayat trauma atau PTSD terlibat dalam perilaku agresif dan kekerasan.
Dalam penelitian veteran A.S., depresi berperan di antara orang-orang dengan PTSD.
Orang yang mengalami depresi dan PTSD mungkin mengalami lebih banyak perasaan marah.
Baca Juga: Jalani Pemeriksaan Kasus Dugaan KDRT, Suami Nindy Ayunda Bantah Sejumlah Hal
Oleh karena itu, mereka mungkin memiliki kesulitan untuk mengendalikannya.
Terlepas dari temuan ini, penting untuk dicatat bahwa hanya karena beberapa orang pernah mengalami peristiwa traumatis atau menderita PTSD, tidak berarti mereka akan menunjukkan perilaku kekerasan.
Ada banyak faktor yang berkontribusi pada perilaku agresif dan butuh lebih banyak penelitian untuk mengidentifikasi faktor risikonya.
Lantas, bagaimana perawatan untuk PTSD?
Ahli kesehatan mental telah lama mengetahui bahwa trauma dan PTSD meningkatkan risiko agresi.
Oleh karena itu, banyak perawatan untuk PTSD juga menyertakan keterampilan manajemen amarah.
Beberapa cara efektif untuk mengatasi PTSD adalah bernapas dalam-dalam.
Tak lupa, kita harus tahu dampak negatif dan positif dalam jangka pendek dan panjang dari berbagai perilaku tersebut, khususnya agresi.
Selain itu, belajarlah untuk mengatasi amarah. (*)
Source | : | Kompas.com,verywellmind |
Penulis | : | Devi Agustiana |
Editor | : | Okki Margaretha |