Find Us On Social Media :

Heboh Kasus #JusticeForAudrey untuk Diproses Hukum, Pelaku Kemungkinan Terancam Hukuman Penjara 7 Tahun

By Tata Lugas Nastiti, Rabu, 10 April 2019 | 14:02 WIB

Heboh Kasus #JusticeForAudrey untuk Diproses Hukum, Pelaku Kemungkinan Terancam Hukuman Penjara 7 Tahun

Grid.ID - Kasus pengeroyokan siswi SMP di Pontianak, Kalimantan Barat dengan tagar #JusticeForAudrey ini terus bergulir.

Mirisnya kejadian pengeroyokan yang menimpa salah seorang siswi SMP di Pontianak ini membuat publik ramai membicarakan kasus ini di media sosial dengan #JusticeForAudrey.

Saking ramainya kasus #JusticeForAudrey, petisi online yang beredar luas di berbagai platform media sosial kini telah ditanda tangani oleh 3 juta lebih pengguna.

Baca Juga : Kasus #JusticeForAudrey Berlanjut, Ibunda Korban Ungkap Anaknya Kerap Tak Bisa Tidur dan Berteriak Ketakutan Gara-gara Trauma Berat yang Dialaminya

Tersebarnya petisi online ini secara luas diberbagai platform media sosial bukan tanpa sebab.

Petisi online ini disebarkan dengan alasan agar para pelaku kasus pengeroyokan mendapatkan hukuman setimpal meski masih dibawah umur.

Lantas apakah benar pelaku pengeroyokan siswi SMP di Pontianak ini dapat diproses secara hukum meski masih dibawah umur?

Baca Juga : Update Kasus #JusticeForAudrey, Keluarga Malu dan Tak Sudi Urus Kasus Anaknya, Salah Satu Pelaku Sampai Sewa Orang Tua Bayaran untuk Jadi Wali

Menjawab pertanyan tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Erma Suryani Ramik telah memberikan penjelasan.

Dilansir Grid.ID dari Tribun Pontianak, Erma Suryani Ramik mengungkap bahwa dirinya sangat mengapresiasi usaha Polres Pontianak dalam menindak lanjuti kasus pengeroyokan tersebut.

Menurut Erma, tindakan yang dilakukan oleh pihak kepolisian Pontianak sudah tepat dan benar mengingat pelaku pengeroyokan masih di bawah umur.

Baca Juga : Viral Tagar #JusticeForAudrey, Siswi SMP yang Dikeroyok 12 Siswi SMA sampai Dihilangkan Keperawanannya, Hotman Paris Ikut Turun Tangan

Terlebih lagi ketika pihak-pihak terkait tetap menerapkan Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak atau SPPA.

Menurut Erma, sejauh ini UU SPPA telah sangat baik dan tepat dalam membedakan anak dalam sebuah kasus tindak pidana menjadi pelaku, korban maupun saksi.

Dimana dalam peraturan ini, definisi anak adalah mereka yang sudah melewati usia 12 tahun tetapi belum genap 18 tahun.

Baca Juga : Datangi Siswi SMP yang Dikeroyok 12 Pelajar SMA di Pontianak, Ifan Seventeen: Nggak Usah Nangis, Ramai Kali yang Sayang Sama Audrey

“UU yang dibentuk ini merupakan kemajuan dalam konsep pemidanaan di Indonesia.

Sejauh ini UU SPPA memiliki konsep yang sangat bagus dan tepat karena membedakan anak menjadi pelaku tindak Pidana, korban dan saksi suatu tindak pidana,” ungkap Erma seperti yang dikutip Grid.ID  dari Tribun Pontianak, Rabu (10/4/2019).

Bagi Erma, UU SPPA telah mengandung prinsip keadilan yang restoratif yang sangat baik, dimana solusi untuk memperbaiki masalah tetap dicari dan rekonsilasi tanpa pembalasan.

Baca Juga : Jemput Korban hingga Berikan Kode, Inilah Peran 12 Pelaku Pengeroyokan AU, Siswi SMP yang Dianiaya di Pontianak

Tidak hanya itu, UU SPPA juga mengandung prinsip diversi, yakni pengalihan proses penyelesaian perkara dari proses pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Terkait kasus pengeroyokan siswi SMP di Pontianak oleh 12 orang siswa SMA ini, Erma mengharapkan adanya pendampingan psikologis.

Baik dari pihak korban maupun pihak pelaku harus diberikan pendampingan dan pembinaan psikologis dengan maksimal.

Baca Juga : Ikut Komentari Kasus Siswi SMP yang Dikeroyok 12 Pelajar SMA di Pontianak, Fanspage Kareena Kapoor: Saya Sangat Sedih dan Muak dengan Berita Ini

Lebih lanjut, Erma menyebut bila pelaku memang terbukti melakukan tindak pidana, maka ada kemungkinan mereka juga akan terjerat hukum penjara.

Meski pelaku masih dibawah umur, bukan berarti mereka terbebas dari jeratan hukum pidana.

Pidana yang diterima pun bisa berupa pidana hukum penjara sesuai UU SPPA atau pidana dengan syarat pembinaan di luar lapas.

Baca Juga : Robby Purba Hingga Tantri Kotak Beri Dukungan Pada Hotman Paris yang Ikut Tangani Kasus Siswi SMP yang Dikeroyok 12 Pelajar SMA di Pontianak

Perlu diketahui bahwa tindak pidana yang dituduhkan kepada pelaku adalah tindak pidana penganiayaan sesuai pasal 351 ayat 1 KUHP.

Jika memang terbukti terjadi penganiayaan berat, maka pelaku terancam hukuman maksimal kurungan 5 tahun penjara.

Dan bila isu terkait pelaku telah melakukan tindak pelecehan seksual terhadap korban terbukti benar, maka pelaku terancam hukuman penjara selama 7 tahun atau lebih.

Baca Juga : Hanya Karena Masalah Cowok, Siswi SMP ini Dikeroyok 12 Siswi SMA di Pontianak

Namun, ancaman hukum pidana tersebut dapat berlaku bila pelaku memang terbukti salah lewat proses persidangan.

Kendati demikian, hakim tetap akan memberikan pertimbangan sesuai UU SPPA yang berlaku.

Jika memang pelaku terbukti bersalah, maka pelaku dapat dijatuhi hukuman pidana sesuai undang-undang yang berlaku dengan syarat UU SPPA akan mengurangi vonis hukum yang diterima.

Baca Juga : Dijenguk Ifan Seventeen, Korban Pengroyokan Siswi di Pontianak Tak Mau Wajahnya di Blur di Media Sosial

Pengurangan vonis hukum pidana terhadap pelaku pun telah diatur yakni sepertiga dari jumlah hukuman.

“Apabila terbukti tentu hakim akan memberikan pertimbangan lain."

"Patut diingat bahwa UU SPPA mengatur bahwa vonis terhadap anak yang menjadi pelaku pidana harus dikurangi sepertiga dari jumlah hukuman.

Baca Juga : Cerita Pilu Gadis Pontianak yang Jadi Korban Kawin Kontrak, Setahun Disiksa Akhirnya Pulang dengan Selamat

"Karena prinsip keadilan resoratif dan diversi dalam UU SPPA, " tegas Erma Ranik.

Meski demikian, Erma tetap mengimbau kepada setiap elemen masyarakat Tanah Air untuk menyerahkan kasus ini kepada pihak yang berwenang.

Terlebih lagi ketika mengingat pelaku dan korban kasus ini masih berada di bawah umur dan membutuhkan bimbingan khusus.

Baca Juga : Mbah Mijan Buka Suara Soal Pesawat Lion Air yang Tergelincir di Bandara Pontianak

Mereka masih anak-anak. Negara sudah mengatur urusan pidana anak ini dengan sangat baik penanganan perkara ini."

"Mari kita dukung Polri, Komisi Perlindungan anak daerah, anak dan orang tua agar dapat duduk bersama mencari solusi terbaik bagi semua," pungkas Erma.

Sekadar informasi saja, seperti yang telah di beritakan sebelumnya oleh Kompas TV Pontianak, pihak keluarga korban pengeroyokan siswi SMP di Pontianak ini menolak adanya jalan damai.

Baca Juga : Viral, Detik-detik Pesawat Lion Air JT714 Tergelincir di Bandara Pontianak, Begini Keadaan Penumpang Setelah Dievakuasi

Hal ini lantaran pihak keluarga korban merasa mediasi yang sebelumnya telah dilakukan tak memberikan hasil apapun.

"Saat ini hukum tetap berjalan, prosesnya akan berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi pengadilan. Tidak ada kata damai.

Karena media yang pertama kita gagal, kalau ada mediasi lagi, kita tak kan mediasi. Kasus ini tetap akan kita lanjutkan," pungkas Fety Rahma Wardani, kuasa hukum keluarga korban.(*)