Find Us On Social Media :

Wanita Cantik Berdarah Indonesia ini Berhasil Pikat Banyak Orang saat Menyamar Jadi Mata-mata, Kisah Hidupnya Berakhir Mengenaskan

By None, Kamis, 12 Agustus 2021 | 14:24 WIB

Kisah Mata Hari

Grid.ID - Kisah hidup wanita bernama Mata Hari ini menarik untuk dibahas.

Wanita cantik berdarah Indonesia itu dikenal sebagai seorang mata-mata karena punya pesona yang begitu memikat.

Kisahnya pernah dituangkan Remy Syalado dalam karya berjudul Namaku Mata Hari yang berlatar pada akhir tahun 1870 hingga awal 1900.

Wanita ini memiliki nama asli Margaretha Zelle.

Ia digambarkan sebagai perempuan kuat, cantik, dan memesona.

Ia lahir dari pasangan pembuat topi asal Belanda, Adam Zelle dan istri seorang keturunan Belanda-Jawa, Antje van der Meulen pada 1876.

Sayang pada awal kisah romansanya, ia bertemu dengan Rudolf MacLeod—Kapten di Hindia Belanda (Indonesia) yang kerap berselingkuh dan menyiksanya.

Dari MacLeod, ia memiliki dua anak, satu lelaki dan satu perempuan.

Baca Juga: Dianggap Sakral dan Bukan Hewan Sembarangan, Untuk Mendapatkan Rusa Ini Israel Sampai Kerahkan Agen Mata-Mata Mossad Untuk Mencurinya dari Iran, Begini Kisahnya

Si sulung lelaki, yang lahir dengan kekurangan fisik, tidak berumur panjang.

Sementara si bungsu dititipkan pada pihak keluarga pascaperceraian kedua orangtuanya.

Margaretha kemudian menuju Paris, mengubah nama menjadi "Mata Hari".

Bahasa yang tentu asing bagi warga setempat, namun menambah kesan misterius dari tari panggungnya.

Selama beberapa tahun, Mata Hari menjadi selebriti di kota tersebut sebagai penari eksotis.

Hingga jatuhlah Perang Dunia I pada 1914.

Pecahnya PD I disambut warga Eropa dengan bergembira, bukannya takut. 

Sikap ini muncul karena didorong sikap nasionalistik, mereka mengira perang akan berlangsung singkat dan mengalami kejayaan.

Baca Juga: 10 Juta CCTV Bakal Ditambahkan Lagi, China Bangun Pusat Mata-mata untuk Mengawasi Populasi secara Massal di Negeri Ini, Apa Rencana Besarnya?

Dalam True Spy Stories karangan Paul Dowswell dan Fergus Fleming, Mata Hari dikatakan bosan dengan kondisi perang.

Sebabnya, selama dua tahun, ia tidak bisa bebas melakukan apa-apa.

Hanya diam di rumahnya di Belanda sebagai tempat netral.

Hingga akhirnya munculah Karl Kramer, atase pers Konsulat Jerman di Belanda.

Kramer meminta Mata Hari kembali ke Paris, Prancis, negara yang tidak lain adalah musuh Jerman.

Mata Hari diminta menggunakan semua daya pikatnya untuk berbaur kembali dengan para orang berpengaruh di sana.

Dengan imbalan cukup, Mata Hari menyetujuinya.

Namun, Dowswell dan Fleming berkeyakinan bahwa hal ini disetujui oleh Mata Hari hanya karena penasaran menjadi mata-mata.

Baca Juga: Tertutup Rapat Selama 64 Tahun, Wanita ini Tak Pernah Tahu Kalau Dirinya Adalah Istri dari Seorang Mata-mata, Kebenaran Terungkap Usai Suami Meninggal Dunia

Beberapa bulan kemudian, secara tidak sengaja ia bertemu Kapten Georges Ladoux, Kepala Dinas Counterintelligence Prancis—badan yang dibentuk untuk menginvestigasi mata-mata asing.

Sama seperti pihak Jerman, Ladoux meminta kerja sama dari Mata Hari.

Mata Hari, perempuan yang menyingkap tabir misteri negeri Timur pada masyarakat Paris, akhirnya melangkah di dua sisi: Jerman dan Prancis.

Hingga pada waktunya aksi ini terungkap.

Pada 24 Juli 1917, ia berdiri di hadapan pengadilan tertutup militer.

Hanya dalam tempo dua hari, perempuan cerdas dengan pesona luar biasa ini dinyatakan bersalah melakukan kegiatan mata-mata terhadap Prancis dan dijatuhi hukuman mati.

Ia dieksekusi pada 15 Oktober 1917 di hadapan regu tembak, tewas dalam usia 41 tahun.

Meski demikian, kasusnya tidak redup.

Baca Juga: Kisah Wanita Keturanan Jawa yang Jadi Mata-Mata Belanda dan Prancis Saat Perang Dunia I, Gunakan Kemolekan Tubuhnya Untuk Cari Kelemahan Musuh

Banyak kontroversi yang menyatakan bahwa ia sebenarnya tidak bersalah.

Lain dari itu, namanya diasosiasikan dengan eksotisme yang bertahan hingga masa sekarang.

(*) 

Artikel ini pernah tayang di Nationalgeographic.grid.id dengan judul: Kisah Mata Hari, Seorang Mata-Mata Keturunan Jawa nan Memesona