Film ini sukses besar di pasaran dan membuat Sofia menjadi bintang film pertama di Indonesia.
Film ini juga menjadi salah satu film paling berpengaruh dalam sejarah perfilman Indonesia, karena menginspirasi banyak pembuat film lainnya untuk membuat film-film nasionalis.
Setelah Terang Boelan, Sofia membintangi beberapa film lainnya, seperti Rentjong Atjeh (1944), Kedok Ketawa (1945), dan Djaoeh Dimata (1948).
Ia juga menjadi sutradara untuk film-film seperti Air Mata Iboe (1951), Asrama Dara (1958), dan Tiga Dara (1959).
Selain itu, ia juga terlibat dalam organisasi film seperti Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) dan Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI).
Namun, di balik karirnya yang gemilang sebagai aktris dan sutradara film, Sofia tetap setia dengan perjuangannya sebagai agen intelijen.
Ia menggunakan kesempatan-kesempatan saat syuting film di berbagai daerah untuk mengumpulkan informasi penting tentang situasi politik dan militer di Indonesia.
Ia juga membantu menyelundupkan senjata dan amunisi untuk para pejuang kemerdekaan.
Salah satu peristiwa penting yang melibatkan Sofia sebagai agen intelijen adalah Peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965.
Peristiwa ini adalah sebuah percobaan kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan sekelompok perwira militer yang disebut Gerakan 30 September (G30S).
Mereka menculik dan membunuh enam jenderal Angkatan Darat, lalu mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi.
Source | : | tribuntrends |
Penulis | : | Grid. |
Editor | : | Widy Hastuti Chasanah |