Find Us On Social Media :

4 Cara Cegah Impulsive Buying, Kebiasaan Boros saat Pandemi Corona yang Akan Menguras Tabunganmu

By Devi Agustiana, Jumat, 29 Mei 2020 | 05:00 WIB

Impulsive buying dapat diartikan sebagai perilaku membelanjakan uang yang dilakukan tanpa perencanaan terlebih dahulu.

Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana

Grid.ID – Pandemi corona memang masih menjadi momok menakutkan di setiap sudut kota.

Meski gembar-gembor new normal sudah mulai digalakan, namun hal ini tidak serta-merta membuat kita bebas keluar rumah.

Apalagi hanya untuk sekedar melakukan hal yang kurang penting.

#Dirumahaja masih sangat perlu kita terapkan.

Baca Juga: Polisi Menginjak Leher George Floyd Hingga Tewas, Justin Bieber Sampai Demi Lovato Geram: Itu Membuatku Muak!

Kendati demikian, berkegiatan di rumah ternyata menimbulkan fenomena impulsive buying atau membeli barang dengan tidak terkontrol atau impulsif.

Pernahkah kamu mendengan istilah ini sebelumnya?

Dilansir Grid.ID dari Kompas.com, Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group, Andy Nugroho mengungkapkan, impulsive buying dapat diartikan sebagai perilaku membelanjakan uang yang dilakukan tanpa perencanaan terlebih dahulu, bersifat tiba-tiba dan mendadak serta kebetulan, karena kondisi dan keadaan lingkungan tempat kita berada saat itu.

"Impulsive buying bisa terjadi semisal ketika kita makan siang di mal, lalu setelahnya jalan-jalan cuci mata lihat-lihat barang yang dipajang, lalu di suatu toko berhenti dan membeli suatu barang karena terlihat menarik," katanya, Rabu (27/5/2020).

Baca Juga: Aisyahrani Duga Ada Jaringan yang Terkait dengan Penyebar Video Porno Mirip Syahrini: Ada Nama-nama yang Juga Saya Kenal

Menurutnya, impulsive buying dapat terjadi ketika seseorang tengah membuka sosmed dan melihat suatu barang kemudian membeli dari toko online tersebut.

Hal yang membuat khilaf yakni fakta bahwa barang yang dibeli merupakan barang yang tidak terlalu dibutuhkan oleh orang tersebut.

"Apalagi dalam kondisi pandemi begini, hal tersebut tentu dapat berimbas kurang baik untuk keuangan kita, apalagi bila keuangan kita kurang beruntung," katanya lagi.

Terkait hal itu, Andy memberikan empat tips mencegah terjadinya impulsive buying, diantaranya:

Membuat estimasi budget

Hal ini dapat dilakukan dengan mengalokasikan uang untuk yang benar-benar penting dan perlu serta harus segera dibayarkan, semisal untuk membayar cicilan kredit, uang sekolah anak, tagihan listrik, dan air.

Ia menjelaskan, saat ini kuota internet untuk WFH dan school from home (SFH) juga menjadi sangat penting, demikian pula hand sanitizer, masker kain, suplemen kesehatan.

Apabila kebutuhan urgent tersebut telah terpenuhi, setelah itu barulah dialokasikan untuk kebutuhan-kebutuhan lain yang masih bisa disesuaikan besarannya.

Baca Juga: Mengikat Janji Suci di Usia Hampir Kepala 4, Syahrini Ungkap Alasannya Belum Kunjung Menikah Sebelum Bertemu Reino Barack

Pikirkan hal terburuk yang akan terjadi

Selain itu, kiat lain untuk mencegah impulsive buying yakni dengan cara memikirkan hal terburuk yang akan terjadi bila kita membiasakan diri bersikap impulsive buying.

"Bayangkan apa yang terjadi bila kita selalu melakukan kebiasaan itu. Semisal walaupun kita hanya membeli barang-barang kecil semisal cemilan, pakaian, atau pernak-pernik hobi, maka pada hakikatnya kita sedang mengurangi budget untuk pos pengeluaran lainnya," ujar Andy.

Dengan berpikir jika hal tersebut menjadi realita, maka kita menjadi kesulitan untuk membayar utang, cicilan, dan efeknya akan dikejar-kejar tagihan.

Baca Juga: Klaim Kim Il-sung Punya Kekuatan Magis Puluhan Tahun hingga Mampu Lawan Jepang, Kini Media Korea Utara Tiba-tiba Bikin Pengakuan yang Mengejutkan

Simpan uang di tempat aman

Dengan menaruh uang di tempat aman, seperti di rekening yang tidak terhubung dengan mobile/SMS/internet banking ataupun e-wallet, maka kita akan sulit mengakses uang tersebut.

Hal ini juga dapat menjadi salah satu alternatif agar kita tidak khilaf dalam pengeluaran.

"Bahkan kalau perlu tinggalkan kartu debit atau kredit kita di rumah bila jalan-jalan ke tempat belanja," lanjut dia.

Baca Juga: Mengaku Tak Punya Hubungan Spesial, Syahrini Ungkap Alasannya Tinggalkan Anang Hermansyah

Hindari mengikuti akun online shop

Yang terpenting adalah membiasakan menghindari follow akun penjual yang ada di sosial media.

Sebab, ketika kita mengecek ponsel dan membuka medsos, akun tersebut akan menarik minat untuk membeli.

Bukan terkontrol, justru makin boros jika kita semakin banyak megikuti akun toko online.

Sebelum pandemi corona melanda dunia, impulsive buying memang sudah tinggi di Indonesia.

Ada berbagai faktor yang terbukti mempengaruhi pembelian impulsif di Indonesia, seperti emosi positif, kualitas pelayanan dan promosi, serta konformitas.

Nyatanya, belanja memang mampu membuat kita lebih bahagia dan tak jarang keinginan untuk berbelanja juga dipengaruhi oleh tren yang beredar di lingkungan kita.

Baca Juga: Parasit Paling Mahal di Dunia, Yartsa Gunbu Bisa Bikin Orang Mendadak Tajir, Harganya Sampai Rp1,5 Miliar per Kg, Apa Istimewanya?

Dalam survei yang dilakukan theAsianparent akhir tahun 2017, ditemukan bahwa setidaknya 73% dari 1093 perempuan Indonesia yang sudah memiliki anak mengaku berbelanja daring lebih dari 2-3 kali setiap bulannya, dengan pengeluaran sebesar Rp 100.000 hingga Rp 300.000 per transaksi.

Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diambil dari kuartal keempat (Q4) tahun 2015 pun menunjukkan adanya penurunan dari marginal propensity to save (MPS) menuju ke peningkatan marginal propensity to consume (MPC), yang sebenarnya bukan hal baru, karena rasio MPS berada di bawah rasio MPC sejak 2013.

Ini dapat menjadi indikasi bahwa lebih banyak orang Indonesia yang memilih untuk mengalokasikan pendapatan mereka untuk berbelanja daripada menabung.

Membeli yang tidak terencana mungkin akan membuat kita puas, namun belum tentu apa yang kita beli akan bermanfaat bagi kehidupan kita.

Terlalu banyak membeli tanpa pertimbangan yang matang beresiko buruk pada kondisi keuangan kita.

Oleh karena itu, lebih bijaksana dalam keuangan, ya.

(*)