Find Us On Social Media :

Rakyatnya Jadi Penyendiri dan Lebih Pilih Bunuh Diri, Jepang Cepat Tanggap Buat Menteri Kesepian Agar Bebas dari Ancaman Kepunahan

By None, Senin, 29 Maret 2021 | 16:47 WIB

Rakyatnya Jadi Penyendiri dan Lebih Pilih Bunuh Diri, Jepang Cepat Tanggap Buat Menteri Kesepian Agar Bebas dari Ancaman Kepunahan

Grid.ID - Kesehatan mental menjadi masalah yang dihadapi banyak negara terutama di masa pandemi kali ini.

Salah satunya Jepang yang rakyatnya terancam punah karena banyak yang memilih pilihan ekstrem untuk bunuh diri.

Tak hanya itu, anak muda Jepang juga memiliki perilaku penyendiri dan tidak lagi tertarik dengan pernikahan.

Baca Juga: Telah Memaafkan Pelaku Penyebar Video Syur 19 Detik, Gisella Anastasia: Saya Kasihan sama Mereka

Isu kesehatan mental di Jepang tergolong sangat parah.

Membicarakannya pun terasa tidak etis dan dianggap tabu oleh banyak orang.

Bahkan, meski banyak yang memiliki masalah kesehatan mental, mereka tidak mencari psikiater atau bantuan lain karena dianggap memalukan.

Baca Juga: Bahaya Bila Kamu Selalu Merasa Haus, Bisa Jadi Sudah Mengidap Salah Satu Penyakit ini!

Masalah yang mendasari mereka bisa berasal dari tingginya stres akibat pekerjaan atau masalah di hubungan pribadi warga Jepang.

Namun, masalah utama yang mendasari mengapa bunuh diri di Jepang sangat tinggi adalah harapan pandangan orang lain terhadap masing-masing warga Jepang.

Bahkan di Jepang 11 tahun lalu sebuah buku kontroversial berjudul "How to Commit Suicide" atau "Cara-cara Melakukan Bunuh Diri" pernah rilis.

Baca Juga: Genap 10 Tahun Jalani Manis Pahit Pernikahan Bareng Pasha Ungu, Adelia Wilhelmina Beberkan Jasa-Jasa sang Suami hingga Ungkit Masalah Sosok Istri Sempurna : Terima Kasih Selalu Ngertiin Aku Setiap Saat

Perilaku Hikikomori

Keanehan warga Jepang yang tidak ditemukan di masyarakat negara lain adalah penyakit hikikomori atau perilaku mengurung diri di rumah dan menghindari kontak sosial.

Pemerintah Jepang telah menegaskan bahwa hikikomori merujuk pada orang-orang yang tidak mau meninggalkan rumahnya atau berinteraksi dengan orang lain setidaknya selama enam bulan.

Namun, hikikomori hadir dalam berbagai bentuk.

Baca Juga: Interior Sampai Eksterior Rumah Mewah Najwa Shihab yang Jarang Terekspos, Luas Bernuansa Antik bak Kediaman Sultan!

Kondisi seseorang bisa sangat parah sehingga dia tidak memiliki energi untuk bangkit dari kursi menuju toilet.

Sementara, yang lainnya menderita gangguan obsesif kompulsif sangat serius.

Mereka mandi beberapa kali dalam sehari atau menggosok lantai toilet selama berjam-jam.

Ada juga yang mengaku bermain video game sepanjang hari dan itu membuatnya tenang.

Baca Juga: Nekat Menato Punggungnya dengan Gambar Penuh Makna, Nia Ramadhani Bongkar Reaksi Ibunda Ardi Bakrie: Gue Punya Mertua Tuh Sabar Banget

Jeff Kingston, profesor studi Asia di Temple University mengatakan, hikikomori biasanya memiliki gejala sosial yang ekstrem.

Mereka tinggal di rumah bersama orangtua yang bisa merawat mereka setiap hari.

“Hikikomori jarang meninggalkan kamar dan rumahnya. Mereka terkunci di dalam dan membatasi interaksi dengan dunia maya. Ini dianggap sebagai penyakit kelas menengah karena hikikomori dari latar belakang seperti itu yang bisa mengandalkan dukungan keluarga mereka,” terang Jeff.

Hikikomori ini tercipta dari rasa malu yang mendalam karena keburukan yang mereka alami atau tidak mempunyai pekerjaan seperti orang normal, merasa tidak berharga dan tidak layak untuk kebahagiaan dan terkhianati oleh ekspektasi orangtuanya.

Baca Juga: Baru Sehari Ditinggal Suami untuk Selama-lamanya, Istri Kaget Dapat Kiriman Foto Rahasia Hingga Fakta Mengerikan ini Terungkap

Tren tidak menikah

Kondisi sangat depresif di masyarakat Jepang menghadirkan masalah baru berupa penurunan jumlah penduduk.

Populasi penduduk Jepang berdasarkan Daftar Penduduk Dasar pada 1 Januari 2019 tercatat 124.763.464 jiwa atau menurun selama 10 tahun berturut-turut.

Jumlah penurunan sekitar 430.000 orang, tertinggi sejak survei Kementerian Dalam Negeri Jepang dimulai.

Baca Juga: Dituding Selingkuh dengan Istri Bams Samson hingga akan Bercerai dengan Desiree Tarigan, Kuasa Hukum Hotma Sitompul: Itu Adalah Fitnah

Ya, di Jepang jumlah penduduknya bukan hanya tidak mengalami lonjakan, tapi juga mengalami penurunan.

Belakangan, salah satu sumber masalah dari kondisi ini mulai terlihat: jumlah perjaka dan perawan di Jepang meningkat pesat.

Temuan yang didasarkan penelitian terbaru tentang pengalaman seksual pertama warga Jepang dianggap sebagai penjelasan terkait penurunan jumlah populasi masyarakat Jepang.

Hal ini mengakibatkan angka kelahiran bayi menurun yang diperparah dengan populasinya yang menua dengan cepat.

Baca Juga: Tampil Santai Pakai Celana Jeans Harga Rp200 Ribuan, Bentuk Paha Nagita Slavina Justru Bikin Gagal Fokus

Di Jepang, lebih dari 20% populasinya berusia di atas 65 tahun.

Sementara hanya ada 946.060 kelahiran pada tahun 2017.

Catatan tersebut menjadi rekor terendah sejak pencatatan resmi dimulai pada tahun 1899.

Ini bukanlah masalah sampingan.

Baca Juga: Ngeri, Ini Dampak Buruk yang Akan Kamu Terima Kalau Makan Tahu Setiap Hari!

Masyarakat Jepang benar-benar bisa punah jika hal ini terus-terusan terjadi.

Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga telah memberikan solusi untuk permasalahan yang diperburuk selama pandemi Covid-19 ini.

Politikus Tetsushi Sakamoto ditunjuknya menjadi Menteri Kesepian.

Sakamoto akan mengurusi kementerian yang mengatasi kesepian dan isolasi yang menjadi semakin umum di Jepang selama pandemi ini.

Baca Juga: Ogah Menikah hingga Sebut Seks Bukanlah Prioritas di Hidupnya, Prilly Latuconsina: Tuhan Menciptakan Gue Bukan untuk Bikin Anak Doang Cuy!

Penunjukan kabarnya diberlakukan setelah muncul laporan yang menunjukkan bahwa jumlah kasus bunuh diri di Jepang meningkat selama setahun terakhir.

Dia antara kasus bunuh diri tersebut, jumlah mayoritasnya adalah wanita dan kaum muda sebagaimana dilansir dari World of Buzz, Jumat (19/2/2021).

Peneliti berpendapat, banyaknya wanita yang bunuh diri selama pandemi dikarenakan wanita cenderung lebih banyak bekerja di sektor ritel dan jasa.

Sehingga, saat pandemi seperti ini, mereka kehilangan pekerjaan dan menjadi depresi.

Baca Juga: Snack Sore Coba Bikin Tahu Goreng Tepung, Masukan Bahan Penting ini Supaya Hasilnya Gurih dan Renyah!

Lonjakan tersebut terjadi pada paruh kedua 2020 dengan Oktober mengumpulkan jumlah kematian terbanyak yakni 2.153 kematian dalam satu bulan dalam rentang waktu lima tahun.

Pemerintah Jepang sekarang mengambil langkah aktif untuk membantu mengekang lonjakan kasus bunuh diri.

Jepang melakukannya dengan memperluas layanan konsultasi dan memperkenalkan organisasi pendukung kepada mereka yang membutuhkan.

Dilansir dari Japan Times, Suga meminta Sakamoto mengawasi upaya pemerintah untuk mengatasi masalah kesepian dan isolasi.

Baca Juga: Kalau Temukan Telur dengan Ciri-ciri ini Jangan Pernah Dibeli, Tanda Kualitasnya Tidak Layak Konsumsi!

“Wanita lebih menderita (daripada pria), dan jumlah kasus bunuh diri sedang meningkat. Saya harap Anda akan mengidentifikasi masalah dan mempromosikan langkah-langkah kebijakan secara komprehensif,” kata Suga kepada Sakamoto dalam sebuah pertemuan.

Dalam konferensi pers di kemudian hari, Sakamoto berharap dapat melakukan kegiatan untuk mencegah kesepian dan isolasi sosial serta untuk menjaga hubungan antar-manusia.

Dia mengungkapkan rencananya untuk mengadakan forum darurat pada akhir Februari.

Forum tersebut akan mendengarkan pendapat dari mereka yang membantu orang-orang yang menghadapi kesepian dan isolasi, serta membahas langkah-langkah yang diperlukan.

Suga berencana menghadiri forum tersebut. 

(*)

Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul Di Ambang Kepunahan Karena Rakyatnya Enggan Menikah dan Pilih Akhiri Hidup, Jepang Tunjuk Menteri Kesepian untuk Jadi Solusi Masa Depan Negeri Sakura